Harga Emas Turun Mengantisipasi FOMC

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Harga emas berjangka mempertahankan kenaikan moderat di hari Kamis setelah mencapai level tertinggi dalam sebulan karena dolar AS semakin berada di bawah tekanan. Kenaikan harga ini terjadi ditengah volume perdagangan yang menjelang libur pergantian tahun.

Sejak awal perdagangan, harga emas telah bergerak naik karena keterpurukan Dolar AS terus berlanjut. Dolar AS tak berdaya untuk membendung tekanan dari rival-rival utamanya. Bahkan dalam perdagangan dengan euro, EURUSD diperdagangkan di level $1,1959, posisi terkuatnya sejak 27 November silam.

Dengan melemahnya Dolar AS, harga emas akan terus menunjukkan daya pikatnya sebagai safe haven. Secara teknikal, pergerakan harga emas saat ini yang berada dikisaran tertinggi dalam satu bulan, mengindikasikan formasi penguatan harga selanjutnya.

Harga emas terus mempertahankan kenaikannya setelah sebuah laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa klaim pengangguran mingguan tetap di 245.000 di minggu lalu, di atas perkiraan konsensus sekitar 229.000.

Emas untuk pengiriman Februari diperdagangkan di sekitar harga pergerakan rata-rata 100 hari di $1.292,20. Pada kisaran ini, level support harga emas di  $1.278,70 – $1.278,20. Sementara kenaikan yang berlangsung akan berusaha menembus level resistensi psikologis di harga $1.300. Pada sore hari, sesi perdagangan London, harga emas masih melanjutkan sisi penguatannya. Kondisi geopolitik yang menghangat, menjadi sentimen pendorong aksi safe haven investor.

Pada pekan lalu Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sanksi baru kepada Korea Utara akibat dari masih keras kepalanya Pyongyang ini yang masih terus mengembangkan senjata nuklirnya. Dalam sanksi PBB tersebut terungkap bahwa melarang 90% ekspor minyak dunia ke Korea Utara disertai dengan pelarangan pengiriman uang yang berasal luar negeri ke dalam negeri tersebut.

Kabar terkini, Presiden Donald Trump mengecam laporan yang menunjukkan langkah Cina mengirimkan minyak mentah ke Korea Utara. Pejabat tinggi Cina sendiri menyangkal bahwa mereka melakukannya. Sebuah surat kabar Korea Selatan melaporkan bahwa kapal-kapal China dan Korea Utara terhubung di tengah laut untuk mengalirkan minyak ke rezim Kim Jong Un. Laporan tersebut muncul saat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencoba untuk menghambat sebagian besar pasokan minyak ke Pyongyang di tengah tindakan provokatif yang terus berlanjut yang dilakukan oleh Korea Utara.

Namun seperti dilansir Reuters, Cina membantah bahwa pihaknya telah secara ilegal memberikan minyak ke negara tetangganya tersebut. “Situasi yang Anda sebutkan sama sekali tidak ada,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan China Ren Guoqiang. Sejauh ini juga tidak jelas apakah informasi yang diperoleh Trump tentang dugaan penjualan minyak China itu berasal dari intelijen AS atau sekadar dari laporan berita.

Pihak Korea Utara sendiri rupanya masih kesal dengan upaya AS yang terus melakukan tekanan kepada Pyongyang dimana situasi tersebut merupakan usaha membebaskan kawasan Korea tersebut dari nuklir atau denuklirisasi..

Selain itu penguatan emas juga didukung oleh data keyakinan konsumen AS yang lebih buruk dibanding periode sebelumnya dan semalam data-data ekonomi AS lainnya juga tidak sesuai ekspektasi investor sehingga dolar AS melemah dan coba dimanfaatkan dengan beli emas kembali. Data klaim pengangguran di atas keinginan pasar, persediaan barang di gudang AS juga meningkat dan data neraca perdagangannya meningkat defisitnya.

Kontroversial reformasi fiskal AS berupa UU pajak yang baru mampu membuat emas sendiri masih menjadi perburuan investor mengingat reformasi pajak mulai diragukan bisa meningkatkan kinerja ekonomi AS dengan signifikan meskipun kenaikan suku bunga the Fed bisa lebih dari 3 kali di 2018 nanti,

Sejauh perdagangan tahun ini, indeks dolar mengalami penurunan sekitar 9% dibanding kinerjanya di tahun sebelumnya, atau terburuk sejak 2003, dengan potensi beberapa konflik baik dalam negeri maupun luar negeri AS yang menjadi penyebab turunnya kinerja indeks dolar tersebut, diantaranya adalah kknflik geopolitik yang paling menonjol adalah Semenanjung Korea, kemudian konflik politik di kala Trump berkampanye sebagai presiden AS serta masih rendahnya inflasi AS di tahun ini.

Hal ini juga membuat kinerja emas juga menunjukkan potensi perbaikannya dengan mengalami kenaikan di tahun ini sekitar 12%. Beberapa kondisi tersebut kemungkinan besar masih dapat berlanjut hingga awal kuartal tahun depan sehingga sikap investor di akhir perdagangan hari ini masih menjauhi dolar AS dan memilih emas sebagai pilihan investasinya di akhir tahun. (Lukman Hqeem)