ESANDAR, Jakarta – Harga emas berakhir menguat dalam perdagangan hari Kamis (08/02/2018). Dolar yang diperdagangkan datar-datar saja, disaat bursa saham AS terkoreksi, mendorong harga emas naik. Kenaikan ini mengurangi penurunan harga yang terjadi selama empat sesi perdagangan sebelumnya.
Harga emas untuk kontrak bulan April, berakhir naik $4.40, atau 0.3%, ke harga $1,319 per ons. Penurunan selama empat sesi perdagangan sebelunya, tercatat sebagai yang terpanjang sejak Desember kemarin. Sepanjang minggu ini, harga emas terkoreksi sebesar lebih dari 1%. Menjelang pembukaan perdagangan sesi Eropa, harga emas diperdagangkan dikisaran $ 1.315. per troy ons. Memang terjadi arus masuk investasi ke pasar emas, meski demikian tidak bisa mendongkrak harga emas untuk menembus level harga krusial di $1.325 per troy ons.
Minggu ini, pasar sepertinya mengabaikan data ekonomi dan lebih mewujudkan kepanikan pasar oleh kenaikan imbal hasil Obligasi AS. Setidaknya terendus dari saat data ekonomi AS yang terbaru. Klaim pengangguran AS menurun pada posisi terendah dalam 45 tahun. Sejatinya, ini akan menjadi sentiment negative bagi harga logam mulia terkait dengan potensi kenaikan suku bunga dan penguatan Dolar AS. Faktanya, pasar bergeming dan mencoba bertahan diatas $1.310 per troy ons.
Sementara itu, bursa saham AS tetap terjun pada perdagangan kali ini. Melanjutkan volatilitas sebelumnya, baik Indek Dow Jones dan S&P 500 sama-sama turun. Dow Jones turun sebesar 1,7%. Emas sering berhasil memikat investor saat bursa saham volatil.
Memang jatuhnya harga saat ini karena terpojok kenaikan imbal obligasi AS, pun juga penguatan Dolar AS. Indek Dolar AS hanya turun 0,1% ke 90.18. Sejauh ini, harga emas bersiap membukukan kenaikan sepekan sebesar 1.1%. Penguatan Dolar AS berpotensi menekan Emas. Diyakini, akan banyak investor akan terkejut dengan kemungkinan lebih besar lagi, harga emas naik ditengah penguatan Dolar AS. Ini memungkinkan terjadi dengan prasyarat masuknya kredit dan krisis likuiditas dari obligasi non AS dan pasar uang.
Fundamental yang melatar belakangi kenaikan harga logam mulia ini juga tidak lebih baik. Defisit neraca anggaran AS akan meledak, tekanan inflasi upah dan The Fed masih malu-malu kucing dalam menaikkan suku bunganya, terlebih jika pasar saham masih melanjutkan volatilitasnya.
Disisi lain, masalah imbal hasil Obligasi yang naik ke level tertingginya dalam empat tahun terakhir ini, masih menghantui pasar. Imbal hasil Obligasi AS untuk tenor 10 tahun naik menjadi 2.88%. Sinyal Bank of England yang akan menaikkan suku bunga lebih dini, memberi tekanan pada imbal hasil ini. Memang Emas masih belum bisa bersaing dengan aset yang memberikan imbal hasil seperti Obligasi ini ketika terjadi kenaikan bunga. Emas hanya menjadi aset pengaman investasi, safe haven.
Ketakutan akan inflasi bisa memakan imbal obligasi, sehingga memberi dorongan kenaikan harga emas. Kenaikan inflasi lazimnya akan bagus buat harga emas, dimana aset ini kerap menjadi pelindung. Saat ini hanya ketidak pastian akan seberapa cepat kenaikan imbal obligasi akan berlangsung, dan seberapa besar inflasi AS akan tumbuh, menjadi moment kenaikan harga emas lebih lanjut terhenti sejenank. (Lukman Hqeem)