ESANDAR, Jakarta – Kenaikan harga emas tertahan dalam perdagangan di akhir pekan, Jumat (11/01). Naik tipis dengan dukungan sentiment melemahnya Dolar AS dan tekanan turun bursa saham.
Harga emas dalam perdagangan di bursa berjangka untuk kontrak pengiriman bulan Februari naik $ 2,10, atau 0,2%, menjadi $ 1,289.50 per troy ons. Kontrak ini harganya naik 0,3% dalam kinerja mingguan meski masih gagal menembus harga psikologis di $ 1.300 per troy ons.
Para pialang masih berharap harga psikologis tersebut lekas tertembus. Turunnya indek saham mendorong aksi beli emas muncul baru-baru ini. Tak tanggung-tanggung, bank sentral China dan Rusia dikabarkan melakukan aksi beli guna menopang mata uang mereka, kata George Gero, direktur pelaksana RBC Wealth Management.
Ia menambahkan bahwa naiknya harga emas juga didukung oleh sikap The Federal Reserve, yang memutuskan untuk “tidak terburu-buru” dalam menaikkan suku bunga. Sikap dovish ini semakin menguatkan kenaikan harga logam mulia setelah “Shutdown” – penutupan layanan pemerintah AS berlangsung hingga kini. Belum lagi masalah Brexit dan persoalan perang tarif yang terus berlanjut, semuanya menjadi katalis bagi penguatan harga emas.
Harga $1.300 per troy ons menjadi layak disandang oleh emas untuk kontrak pengiriman bulan Februari, sementara untuk kontrak bulan April justru lebih tinggi lagi. Diperdagangkan sekitar $6 lebih tinggi dari kontrak bulan Februari. Sementara kontrak bulan April telah menyentuh harga tertinggi pada $ 1,302.10 di hari Jumat.
Pergerakan harga emas saat ini memang masih didominasi oleh sentiment Dolar AS. Mata uang ini menghadapi tekanan setelah pernyataan bernada dovish dari Bank Sentral AS pada minggu lalu. The Fed berencana menaikkan suku bunga setidaknya pada bulan Mei tahun ini. Mereka menyatakan akan menahan suku bunga setidaknya hingga bulan Maret. Indek Dolar AS merespon tren ini dengan merugi sebesar 0,6% selama pekan kemarin, meski pada hari Jumat Indek Dolar AS naik kurang dari 0,1% saja.
Greenback diharapkan bisa turun lebih dalam lagi. Ekspektasi ini menguat setelah harapan kenaikan suku bunga AS dalam waktu dekat ini berkurang. Penundaan menaikkan suk. “Terlebih lagi, kami pikir ada peluang bagus pasar ekuitas akan berjuang tahun ini, karena perusahaan mungkin berjuang untuk mempertahankan tingkat profitabilitas yang sama dengan yang telah kita lihat selama bertahun-tahun karena kelemahan baru-baru ini dalam kondisi ekonomi di seluruh dunia.”
Dolar telah melemah sepanjang bulan ini di tengah ekspektasi the Fed akan kurang agresif dari yang diperkirakan sebelumnya dalam pengetatan kebijakan moneter. Dolar yang lebih lemah dapat menjadi positif untuk komoditas dengan harga di unit AS, menjadikannya lebih murah untuk pembeli yang menggunakan mata uang lainnya. Sebaliknya, dolar yang lebih kuat dapat membebani harga.
Dihari Kamis, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengingatkan kembali bahwa bank sentral AS akan lebih fleksibel dan sabar dalam mengubah kebijakan terlebih jika prospek ekonomi AS memburuk. Dia juga mengatakan bahwa rencana kenaikan dua suku bunga pada tahun 2019 sebanyak dua kali, dengan mempertimbangkan syarat adanya “prospek ekonomi yang sangat kuat”.
Potensi memanasnya inflasi, bisa mendorong harga emas naik setinggi $ 1.425. Disaat yang sama, The Fed memutuskan untuk menghentikan kampanye normalisasi suku bunga. Pada sisi negatifnya, ahli strategi menambahkan, emas bisa jatuh ke level $ 1.100 pada tahun 2019 jika The Fed naik dua hingga tiga kali selama tahun ini, lebih lanjut memperkuat dolar.
Kenaikan harga emas tertahan seiring laporan indek harga konsumen AS yang mengabarkan adanya inflasi. Indek CPI turun untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan ini, dibantu oleh kenaikan harga gas yang lebih rendah.
Pasar menilai, pergerakan harga logam mulia dalam pekan ini akan lebih besar. Patut diwaspadai bahwa harga emas dianggap telah terlalu bullish. Ini menjadi konidis yang sangat ekstrim dan pertanda yang kuat akan potensi munculnya pergantian arah harga.
Harga emas masih akan dalam kisaran perdagangan $ 1.275 – $ 1.325 untuk saat ini. Dngan catatan inflasi inti yang naik cukup dan kekuatan pasar kerja yang terus-menerus bermain di latar belakang. Serta kenaikan suku bunga hanya satu kali ditahun ini. (Lukman Hqeem)