ESANDAR – Poundsterling mendapat tekanan ganda yang bersumber dari potensi terjadinya “Hard Brexit” dan kisruh politik internal pada hari Rabu (28/08/2019). Sebagaimana dikabarkan, Perdana Menteri Boris Johnson memutuskan untuk menunda masa reses Parlemen. Manuver politik ini dilakukan sebagai antisipasi Parlemen menggunakan masalah Brexit sebagai alasan mengajukan mosi pada Boris.
Perselisihan antara pemerintah dan parlemen Inggris bukanlah berita baru. Pemerintahan Inggris didominasi oleh partai Konservatif, yang merintis referendum BREXIT. Mereka mengemban mandat untuk memproses keluarnya Inggris dari Uni Eropa dengan ataupun tanpa kesepakatan.
Di sisi lain, Konservatif gagal mengusai kursi di Parlemen. Hal inilah yang menjadi sumber masalah politik dalam negeri. Sebagian anggota parlemen ingin Brexit dilakukan dengan kesepakatan dan menghindari keluar tanpa kesepakatan. Jika keluar tanpa adanya kesepakatan dengan Brussel, hal ini dianggap mebahayakan bagi perekonomian Inggris.
Setelah melengserkan Theresa May, Parlemen kini mengincar Boris Johson sebagai penggantinya. Babak baru perselisihan tersebut memberikan tekanan pada Poundsterling. Johnson memang secara terbuka menyatakan kesiapan untuk membawa Inggris keluar dari Uni Eropa baik dengan kesepakatan atau tanpa deal sekalipun pada 31 Oktober mendatang.
Para anggota Partai Buruh di Parlemen terus melancarkan berbagai upaya untuk mencegahnya. Mulai dari kongkalikong lintas partai untuk melengserkan Johnson dari jabatan Perdana Menteri, hingga merintis rencana legislasi baru yang akan memaksa pemerintah mengajukan penundaan tenggat waktu Brexit lagi kepada Uni Eropa.
Boris mengantisipasi ini dengan mengajukan permohonan kepada Ratu Elizabeth II agar dilakukan penundaan awal masa sidang parlemen dari 9 September menjadi 14 Oktober. Selama masa sidang parlemen ditunda, maka anggota parlemen terpaksa memperpanjang masa reses. Tak ada pembahasan legislasi yang dapat dibahas maupun dibuat secara resmi, sehingga sejumlah rencana perundangan bisa jadi batal. Parlemen takkan memiliki waktu memadai untuk mengajukan mosi tak percaya kepada PM Johnson dalam mencegah Hard Brexit.
Sementara itu, Komisi Eropa mengatakan pihaknya ingin melihat proposal konkret dari Inggris untuk menyelesaikan kebuntuan atas Brexit sesegera mungkin. Pernyataan tersebut dikatakan pada hari Rabu waktu setempat, tanpa memberikan batas waktu tertentu.
Komisi yang bernegosiasi dengan Inggris atas nama 27 anggota UE yang tersisa telah mengatakan akan melibatkan Inggris dalam setiap proposal konstruktif. Pekan lalu, Kanselir Jerman Angela Merkel menyarankan bahwa Inggris harus memberikan solusi untuk pertanyaan perbatasan Irlandia dalam waktu 30 hari. “Saya tidak mengetahui tenggat waktu 30 hari … Bagi kami, tentu saja, lebih awal lebih baik karena asumsi kerja kami adalah bahwa Brexit harus terjadi pada tanggal 31 Oktober,” kata juru bicara Komisi. (Lukman Hqeem)