JPMorgan mengatakan investor yang telah melepas saham sekarang mengambil risiko bahwa mereka akan kehilangan momentum rebound. Indek S&P 500 turun di hari Senin (28/02/2022) setelah AS dan sekutu memperketat sanksi terhadap Rusia atas perang di Ukraina. Namun analis JPMorgan mengatakan perang seharusnya tidak mempengaruhi ekonomi global secara besar-besaran, dan bahwa bursa saham bisa lekas pulih.
Oleh karena itu, para investor harusnya mempertahankan saham meskipun konflik Rusia-Ukraina semakin intensif karena ekonomi global tetap kuat, kata JPMorgan. Ditambahkan olehnya bahwa investor berisiko kehilangan dari rebound jika mereka menjual saham sekarang.
Indeks saham acuan S&P 500 dibuka lebih dari 1% lebih rendah sebelum mengawinkan kerugiannya. Penurunan terjadi setelah AS dan sekutunya memberlakukan sanksi baru yang keras terhadap sistem keuangan Rusia, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi dampak bagi ekonomi global. Namun, indeks naik tajam pekan lalu setelah Rusia menginvasi Ukraina di hari pada Kamis, memicu konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II.
Analis Goldman, Mislav Matejka, mengatakan perang tidak mungkin berdampak besar pada ekonomi dunia dan pada faktor fundamental yang mendorong ekuitas. Mereka memperingatkan bahwa kenaikan tajam harga komoditas bisa menjadi salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan, meskipun mereka mencatat bahwa harga minyak sejauh ini naik kurang dari yang diperkirakan banyak orang.
Diyakini oleh mereka bahwa bursa saham akan pulih dari aksi jual tajam baru-baru ini, mengingat pertumbuhan ekonomi akan kuat karena gelombang Omicron dari virus corona memudar. Indek S&P 500 turun hampir 9% untuk tahun ini di awal perdagangan sesi AS. Investor telah menjual saham karena mereka bersiap untuk
Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga secara tajam pada tahun 2022, dan ketika ketegangan di Eropa timur meningkat.
“Jika seseorang menjual di latar belakangi perkembangan geopolitik terbaru sekarang, risikonya adalah mendapatkan tipuan,” tulis analis JPMorgan. “Secara historis, sebagian besar konflik militer, terutama jika terlokalisasi, cenderung tidak terlalu lama merusak kepercayaan investor, dan akan berakhir sebagai peluang pembelian.”
Namun, Mike Wilson dari Morgan Stanley, mengatakan kenaikan suku bunga Fed pertama – yang diharapkan pada bulan Maret – dapat menempatkan saham AS di bawah lebih banyak tekanan, terutama karena perusahaan telah memperingatkan bahwa pendapatan kemungkinan akan melambat. “Di dunia di mana valuasi tetap tinggi, dan risiko pendapatan meningkat, reli taktis pekan lalu dalam ekuitas kemungkinan akan kehabisan momentum di bulan Maret karena The Fed mulai mengetatkan dengan sungguh-sungguh dan gambaran pendapatan memburuk,” pungkas Wilson.