Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Inggris terseret masalah Hong Kong dengan China. Kritikan pemerintah kerajaan itu soal UU Keamanan Nasional China, membawa pesan peringatan dari Beijing.



Sebagaimana dikutip dari Xinhua, Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mendesak Inggris untuk berhenti mencampuri urusan Hong Kong. Apalagi, kota itu bukan koloni Inggris lagi dan sudah menjadi administrasi khusus China.



“Kami mendesak Inggris untuk mundur … dan menghormati fakta bahwa Hong Kong telah kembali ke China sebagai wilayah administrasi khusus,” kata Zhao dalam konferensi pers Rabu (3/6/2020), dikutip Kamis (4/6/2020).

China pun mengecam nasehat Inggris yang mengutip Deklarasi Bersama China-Inggris. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab mengatakan UU Keamanan Nasional otoriter dan tidak sesuai dengan deklarasi penyerahan Hong Kong di tahun 1997 itu. 

Dilanjutkan Zhao, keputusan Kongres Rakyat Nasional (NPC) untuk urusan dalam negeri China yang tidak boleh diganggu secara eksternal. Menurutnya perjanjian yang dibuat keduanya dulu adalah soal kembalinya Hong Kong tanpa komitmen lain terhadap Inggris atau negara asing lainnya.

“Anda tidak dapat menemukan satu kata pun atau artikel di sana yang memberikan tanggung jawab terkait Hong Kong kepada Inggris setelah penyerahan,” kata Zhao.

“Inggris tidak memiliki kedaulatan, tidak ada yurisdiksi, dan tidak memiliki hak untuk mengawasi Hong Kong. Dengan demikian, tidak ada dasar yang dapat mengutip Deklarasi Bersama China-Inggris untuk secara sewenang-wenang mengomentari urusan Hong Kong atau ikut campur dalam urusan dalam negeri China,” tegasnya.

Lagi pula, lanjutnya, UU itu hanya menargetkan kelompok yang sangat sempit yang dapat membahayakan keamanan nasional. Ia menjamin tak akan ada dampak apa pun pada otonomi tingkat tinggi, hak-hak dan kebebasan penduduk termasuk investor asing di Hong Kong.

“Apa yang mengancam stabilitas dan kemakmuran Hong Kong adalah beberapa kekuatan eksternal yang berkolusi dengan perusuh anti-China setempat dalam melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan nasional China,” jelasnya. 

Ia berujar bakal ada konsekuensi yang didapat Inggris pada tiap tindakan yang diambil. “Kalau tidak, akan ada konsekuensinya,” ujarnya.


Selasa (2/6/2020) lalu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan dirinya akan menawarkan jutaan visa bagi warga Hong Kong dan kesempatan untuk menjadi warga negara Inggris. Hal itu akan dilakukannya jika China tetap nekat untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional.

“Banyak orang di Hong Kong takut dengan cara hidup, yang dijanjikan China untuk ditegakkan, berada di bawah ancaman,” katanya sebagaimana ditulis The Times dan South China Morning Post.

“Jika China mewujudkan ketakutan ini, maka Inggris tidak dapat mengabaikannya dan pergi. Sebaliknya kami akan menghormati kewajiban kami dan memberikan alternatif.”

Menurut Johnson, sekitar 350.000 orang di Hong Kong saat ini memegang paspor nasional Inggris. Paspor tersebut memungkinkan akses bebas visa ke Inggris hingga enam bulan.

Sebanyak 2,5 juta orang Hong Kong lainnya memenuhi syarat untuk membuat paspor tersebut. Apalagi, karena Inggris berniat mengubah aturan imigrasi jika China tetap menerapkan UU kontroversialnya.