ESANDAR, Jakarta – Inflasi produsen Cina turun ke level terendah sejak November 2016 bulan lalu di tengah melambatnya hasil produksi.
Indeks harga produsen (PPI) naik 4,9 % pada Desember dari tahun sebelumnya, versus proyeksi kenaikan 4,8 persen dalam survei yang dilakukan Bloomberg dan 5,8 persen pada bulan November. Indeks harga konsumen (CPI) naik 1,8 %, demikian biro statistik China mengatakan pada hari Rabu (10/01/2018), dibandingkan dengan perkiraan sebesar 1,9%. Meski mengalami akselerasi sederhana, angka inflasi masih jauh di bawah tingkat tahunan sekitar 3% yang ditargetkan oleh People’s Bank of China (PBOC).
Sepanjang tahun lalu, harga pangan turun 0,4%, diimbangi oleh kenaikan 2,4% pada kategori non-makanan. Harga pangan turun 1,1% dalam 12 bulan sampai November, sementara inflasi non-pangan tumbuh sebesar 2,5% dibandingkan periode yang sama.
Pada bulan Desember, CPI naik 0,3%, kurang dari tingkat 0,4% yang diperkirakan para ekonom. Sementara biaya pertambangan tumbuh 9,1% dari tahun sebelumnya, turun dari 10,8% di bulan November, sementara pertumbuhan harga bahan baku melambat menjadi 8,1%, turun dari 9,7% di bulan sebelumnya.
Berkurangnya harga pabrik bisa mengurangi insentif bagi PBOC untuk menaikkan biaya pinjaman, sebuah langkah yang akan mengurangi tekanan pada pasar obligasi di tengah upaya untuk mengekang laju pertumbuhan utang.
Para pembuat kebijakan Cina mengatakan dalam sebuah pertemuan tahunan di Beijing bahwa mereka mengambil pendekatan tiga tahun untuk memenangkan “pertempuran penting” melawan risiko keuangan, polusi dan kemiskinan, dan memberi isyarat bahwa kebijakan moneter akan tetap bijaksana dan netral.
Dolar AS pun mengalami sedikit tekanan setelah data inflasi Cina tersebut dirilis. Berkurangnya harga pabrik Cina dapat menahan inflasi harga di AS karena negara tersebut adalah tujuan ekspor utama para produsen Cina. (Lukman Hqeem)