Harga minyak mentah dan indek saham beriringan pergerakannya.

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Sulit dibayangkan sebelumnya, namun inilah yang terjadi saat ini. Harga minyak mentah dan bursa saham bergerak beriringan. Keduanya bergerak bersama dalam tingkat yang luar biasa ditengah aksi jual yang mengirim keduanya kedalam jurang terdalam sejak bulan Oktober lalu.


Tingkat korelasi keduanya hampir serempak, atau sebesar 100%. Sejak bulan Oktober lalu, terukur keduanya bergerak beriringan dengan tingkat korelasi sebesar hampir 80% hingga yang paling tinggi mendekati 90%.


Harga minyak pada awal bulan Oktober kemarin mencapai harga termahalnya dalam empat tahun terakhir di atas $ 76 per barel. Sayangnya, harga kemudian merosot tajam, menarik kembali lebih dari 20% pada awal November. Penurunan ini telah memenuhi definisi masuknya pasar dalam tren menurun atau Bearish. Kemudian harga terus melanjutkan penurunannya.


Disisi lain, Indek S&P 500 mencapai posisi tertinggi sepanjang masa pada akhir September dan kemudian telah kehilangan lebih dari 16%. Indek Dow Jones juga telah jatuh tajam sejak membukukan penutupan pada awal Oktober, sementara Indek Nasdaq telah memasuki pasar menurun sejak bulan lalu.

Kondisi yang demikian ini bak mengulang cerita lama, sebagaimana terjadi pada akhir 2015 dan awal 2016. Saat itu harga minyak juga mengalami penurunan dan bursa saham AS juga memulai perdagangan diawal tahun dengan turun secara signifikan. Baru kemudian Indek S&P 500 mencapai titik terendah dan bisa berbalik hingga mencapai posisi tertinggi baru sepanjang masa.


Setelah beriringan, harga saham dan minyak mentah berhasil menyimpang dalam perdagangan di hari Kamis (03/01). Harga minyak mentah naik karena berkurangnya produksi sebaliknya, bursa saham masih mencatat penurunan tajam setelah peringatan pendapatan dari Apple Inc. Amaran produsen iPhone ini sekaligus berfungsi untuk menggarisbawahi kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi China yang melambat. Indek saham semakin lesu setelah data ekonomi AS dirilis dimana sektor aktifitas manufaktur AS menurun.

Dalam sebuah kajian, ada korelasi antara stok minyak yang cenderung meningkat dengan pertumbuhan ekonomi global. Meningkatnya cadangan minyak mentah, menjadi dampak dari pertumbuhan ekonomi yang melemah. Pelemahan ini membuat permintaan menurun, yang identik pula dengan melemahnya aktifitas manufaktur.


Di luar dari guncangan seperti itu, hubungan antara pasar energi dan ekuitas tidak serta merta stabil sepanjang waktu. Sebagai perbandingan, korelasi antara WTI dan S&P 500 selama 20 tahun terakhir hanya sebesar 17,75%. Kecilnya korelasi ini terutama disebabkan oleh perubahan antara korelasi positif dan negatif secara lintas waktu. Dimana mulai 2011 hingga akhir 2018, korelasi antara WTI dan S&P 500 negatif sebesar 63,7%. Dalam sebuah korelasi negatif yang sempurna, sebesar 100% – akan berarti bahwa harga bergerak secara berlawanan dalam gambar cermin yang sempurna satu sama lain. (Lukman Hqeem)