ESANDAR, Jakarta – Harga Emas menyimpan kekuatan naiknnya, meskipun diakhir perdagangan minggu, harus berakhir turun. Indikator ekonomi menambah jalan lapang untuk peningkatan suku bunga The Federal Reserve.
Indikator ekonomi terbaru membuat perdagangan melenceng. Perang dagang antara AS dan Cina yang berlaku sejak Jumat, juga turut memberikan nada kehati-hatian bagi seluruh pasar keuangan. Meningkatkan risiko termasuk di bursa saham AS. Meski demikian, lagi-lagi gagal untuk memoles kenaikan permintaan emas yang secara historis akan mengalir ke emas sebagai aset surgawi.
Pada perdagangan hari Jumat (06/07) harga emas untuk kontrak pengiriman bulan Agustus turun $ 3, atau 0,2%, untuk menetap di $ 1,255.80 per ounce. Selesai hari Kamis di $ 1,258.80. Ini merupakan harga penyelesaian tertinggi sejak 26 Juni, menurut data FactSet. Pada perdagangan berjangka pada minggu ini harga emas mencapai level terendah 2018 sebelum naik sedikit di sesi berikutnya.
Indikator ekonomi AS berupa laporan pekerjaan yang solid, membuat The Fed akan tetap di jalurnya dalam program kenaikan suku bunganya. Hal ini tentu membatasi upaya kenaikan harga emas.
AS menciptakan 213.000 pekerjaan dalam lapangan kerja baru yang lebih kuat dari perkiraan pada bulan Juni. Secara mengejutkan, tingkat pengangguran meningkat menjadi 4% bulan lalu setelah jatuh ke level terendah 18 tahun dari 3,8% pada bulan Mei.
Upah setiap jam naik 5 sen menjadi $ 26,98. Tingkat kenaikan gaji tahunan tidak berubah pada 2,7%, faktor yang dapat membuat Fed tidak merasakannya untuk mempercepat laju pergerakan.
Semenara itu, risalah pertemuan Federal Reserve dibulan Juni juga dirilis setelah harga penyelesaian Comex, menunjukkan pembuat kebijakan tidak memiliki kecenderungan untuk menghentikan rencana kenaikan suku bunga lebih lanjut. Tingkat yang lebih tinggi adalah faktor negatif emas. Alhasil harga emas kembali menelusuri kerugian dikuartal kedua.
Sektor fundamental masih memegang peran penting dalam menggerakkan perdagangan pasar, termasuk kebijakan Fed dan tren dolar AS. Sementara perang dagang antara AS dan sejumlah mitra dagangnya kemungkinan akan mendukung dolar AS dan membatasi kenaikan harga emas.
Emas dan dolar secara terpisah dari hubungan terbalik pada perdagangan di hari Jumat. Indek Dolar Amerika Serikat DXY, turun 0,5%. Dolar yang lebih lemah membuat aset yang dipatok terhadap mata uang ini, termasuk emas, menjadi lebih menarik bagi pembeli yang menggunakan unit moneter lainnya. Begitu pula sebaliknya.
Sementara itu, Pemerintahan Donald Trump telah secara resmi mengenakan tarif sebesar $ 34 miliar atas produk impor Cina. Beijing dilaporkan juga telah menerapkan tarif pada nilai yang sama dalam barang-barang Amerika, seperti yang dijanjikan. Perang Dagang telah meletus tak terhindarkan. Kekhawatiran tentang hubungan yang membelit antara AS dan mitra dagangnya dalam jangka panjang telah membantu memperkuat dolar AS dan membebani harga komoditas, termasuk emas batangan.
Sementara itu, permintaan emas juga telah dilukai oleh ketakutan bahwa perdagangan spot dapat tergerus oleh penurunan permintaan Cina mengingat kondisi ekonomi yang memburu. Beijing, menyatakan negeri tirai bambu telah menunjukkan tanda-tanda ekonominya melambat dalam beberapa bulan terakhir. Cina adalah salah satu pembeli terbesar di dunia dalam bidang logam, termasuk emas.
Meski begitu, harus diakui adanya perang tarif ini akan membuat kenaikan pajak dan konsumsi. Oleh karena itu, tarif akan meningkatkan inflasi harga pula. Meski demikian, ada kesalahpahaman umum bahwa suku bunga yang lebih tinggi buruk untuk harga emas. Prospek inflasi yang tinggi dan respon otoritas moneter terhadapnya, justru akan menjadi kondisi ideal untuk harga emas bisa bullish kembali. (Lukman Hqeem)