Euro masih tertekan oleh penguatan Dolar AS

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Euro masih tertekanan selama dua hari terakhir perdagangan hingga jatuh ke rekor terendah sejak Desember pada Jumat (24/01/2020). Pelemahan terjadi setelah pelaku pasar menganggap pernyataan ECB sebelumnya sebagai sesuatu yang lebih dovish dari ekspektasi awal, walaupun bank sentral tidak melakukan perubahan kebijakan apapun.

ECB membiarkan suku bunga tetap -0.5 persen serta mengonfirmasi berlanjutnya program Quantitative Easing (QE). Presiden ECB Christine Lagarde menegaskan bahwa arah kebijakan moneter longgar akan terus relevan untuk saat ini, karena laju inflasi dan outlook pertumbuhan Zona Euro masih relatif lemah.

Pasca pertemuan di hari Kamis, ECB mengumumkan peluncuran review kebijakan strategis terhadap arah kebijakan dan cara kerja umum Dewan Gubernur.  Pernyataan Lagarde sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pernyataan yang disampaikan setelah rapat-rapat sebelumnya. Akan tetapi, pelaku pasar boleh jadi menilai peluncuran review kebijakan sebagai salah satu sumber ketidakpastian baru.

“Reaksi pasar terhadap ECB mengejutkan bagi kami. Kami tidak menganggapnya sebagai rapat yang dovish. Memang, pergerakannya samar, kecepatannya lambat. Tapi neraca risiko bergerak dan review strategis yang sedang berlangsung ini tak berarti kebijakan dibekukan. Beberapa data berikutnya akan krusial,” kata Ruben Segura-Cayuela, seorang ekonom dari BofA Global Research.  “(Meski demikian) kami kira perdebatan seputar penilaian risiko ECB bergeser ke netral akan semakin meluas.” Publikasi data Purchasing Managers’ Index (PMI) preliminer Jumat kemarin jelas belum memberikan harapan bagi Euro yang lebih baik.

Sementara itu, data ekonomi zona Euro menyatakan ada kenaikan sector manufaktur yang dirilis Jumat. Meski data PMI ini baik, namun gagal menggairahkan sentimen pelaku pasar kembali, pasalnya angka indeks masih dalam area kontraksi. PMI untuk sektor manufaktur menanjak dari 46.3 menjadi 47.8 pada bulan Januari 2020. Angka tersebut lebih baik dibanding ekspektasi pasar yang hanya 46.8, tetapi masih jauh di bawah ambang 50 yang memisahkan kondisi kontraksi dan ekspansi.

Di sisi lain, Data PMI untuk sektor jasa malah terkoreksi dari 52.8 menjadi 52.2. Konsekuensinya, PMI Komposit stagnan pada level 50.9, gagal meningkat ke 51.2 sebagaimana diharapkan oleh para ekonom. Namun demikian tetap waspadai secara teknikal untuk aksi rebound euro terhadap mata uang utama lainnya. Yang kemungkinan bisa terjadi di pekan ini.