Dolar AS menjadi primadona investasi tahun ini dan berpeluang mendorong kenaikan indek saham

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Hingga paruh kedua tahun ini mulai berjalan, Dolar AS terlihat cukup kuat. Mata uang ini bahkan digadang-gadang akan menjadi yang teratas dibandingkan dengan 10 saingan mata uang lainnya. Ada dua hal yang bisa mewujudkannya, pertama melejitnya bursa saham domestik dan kenaikan suku bunga AS.

Perpindahan lintas aset dimasa yang akan datang, akan menjadi faktor yang lebih penting dalam perdagangan mata uang dibandingkan dengan pendekatan tradisional berdasarkan data makro ekonomi. Hal ini terkait dengan meningkatkanya sensifitas pasar atas sentiment-sentimen itu.

Harus diakui bahwa faktor-faktor ekonomi makro, termasuk pembacaan inflasi dan PDB, serta perkembangan politik masih tetap menjadi pendorong penting gerakan-gerakan pasar uang disejumlah negara maju, meskipun kepekaan mereka telah menurun selama beberapa tahun terakhir.

Sejumlah ekuitas telah berkinerja buruk dalam dolar, bandingkan dengan S&P 500 dimana sejumlah saham Eropa turun paling banyak. Memang, bila dibandingkan S&P 500 naik hampir 7% tahun ini, sedangkan Stoxx Europe 600 hanya naik 0,3%.

Demikian pula, sejumlah pernyataan Federal Reserve cenderung bernada hawkish dan menyebabkan kenaikan tajam dalam imbal hasil AS, dibandingkan sejumlah pernyataan bank sentral negara-negara lain di G10. The Fed berada di garis terdepan dalam upaya normalisasi kebijakan moneter dari kelompok negara-negara maju tersebut. Ia telah menaikkan suku bunga tujuh kali sejak akhir 2015. Dana berjangka Fed menempatkan kemungkinan kenaikan kedelapan pada bulan September di sekitar 94%.

Sejumlah berita dari Benua Biru justru membuat bearish Euro dalam perdagangan EURUSD, salah satu saingan utama dolar. Mata uang tunggal Eropa ini telah melemah 3,8% sepanjang tahun ini. Tahun lalu, mata uang zona euro naik lebih dari 14% terhadap dolar. Indek Dolar AS %, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang, justru naik 3,3% sepanjang tahun ini.

Dipercayai bahwa ada perputaran aset, termasuk perubahan alokasi secara kewilayahan. Hal ini dianggap berkontribusi dalam lalu lintas pergerakan aset antar pasar. Repatriasi Dolar AS misalnya, akan memungkinkan pembelian kembali sejumlah ekuitas dan investasi domestik dimana pada akhirnya akan mendukung kenaikan indek S&P 500 lebih lanjut.

Dengan reformasi perpajakan oleh Presiden Donald Trump pada 2017, sejumlah perusahaan diberi jendela untuk memulangkan pendapatan asing untuk satu kali tagihan pajak saja.

Selain itu, arus masuk ke ekuitas AS dari investor asing yang tidak sepenuhnya dilindungi nilai mata uang juga mendukung penguatan greenback. (Lukman Hqeem)