ESANDAR, Jakarta – Bursa saham Amerika Serikat memantul dari posisi terendah disesi perdagangan hari Selasa (23/10), memangkas kerugian yang diderita sejak awal perdagangan.
Meski demikian, bursa S&P 500 harus mengakui tekanan kali ini sangat hebat, membenamkannya dalam penutupan lebih rendah. Ini merupakan kinerja negatif yang dihasilkan bursa tersebut selama lima sesi perdagangan terkini. Sentimen negatif pasar masih bersumber dari kekhawatiran pelaku pasar atas dampak
Perdagangan hari ini juga menggambarkan gejolak bulan Oktober, gerakan tajam di lantai bursa dimana terjadi volatilitas dalam dua arah. Bursa saham AS memantul dari posisi terendah dan indeks utama memangkas kerugian awal Selasa, tetapi S & P 500 masih berakhir lebih rendah untuk sesi kelima karena penurunan besar di Bursa China menghidupkan kembali pertanyaan baru tentang ekonomi global.
Indek Dow Jones turun 125,98, atau 0,5%, menjadi 25.191,43 setelah turun lebih dari 500 poin sebelumnya. Indek S&P 500 merosot 15,19 poin, atau 0,6%, ke 2,740.69, Indek Nasdaq turun 31,09 poin, atau 0,4%, menjadi 7.437,54. Pada hari Senin, industri Dow dan S & P 500 ditutup lebih rendah sementara Nasdaq melawan tren ke tepi lebih tinggi.
Wall Street telah berjuang dengan tanda-tanda bahwa kelemahan di ekonomi terbesar kedua di dunia, China – dapat menyulut gangguan di seluruh pasar global. Indeks utama di Asia juga turun dan mengirim pasar lain lebih rendah setelah hari kedua komentar dari pejabat Cina gagal menopang indeks ekuitas bermasalah mereka. Indek Shanghai berbalik dari reli selama dua hari dengan berakhir turun 2,3% pada hari Selasa.
Di tempat lain, Italia diberitahu untuk merevisi anggarannya oleh Komisi Eropa. Sementara perselisihan antara pemerintah antiestablishment dan Brussels berlanjut. Bursa saham Eropa berakhir lebih rendah,. Dimana Indek FTSE 100 jatuh pada pertanyaan atas Brexit dan laju pertumbuhan global.
Dari lantai bursa Wall Street dikabarkan bahwa sekitar 150 perusahaan dijadwalkan melaporkan pendapatan mereka. Termasuk diantara beberapa perusahaan megacap, dengan investor mencari tingkat di mana suku bunga yang lebih tinggi berdampak pada ekonomi, karena Federal Reserve telah mengindikasikan akan terus mengetatkan kebijakan moneter pada akhir tahun.
Pada hari Senin, penurunan besar keuangan membuat usaha pasar melambung. Pada hari Selasa, S & P 500 mampu memuncaki perputaran secara substansial. Sayangnya kali ini energi kenaikan ini terbatasi. Lingkungan perdagangan yang rapuh, berakhir dengan aksi jual saham.
Investor menitikberatkan perhatian mereka atas sejumlah isu. Krisis anggaran Italia, Brexit, Arab Saudi, pelambatan pertumbuhan Cina, perang dagang, pemilihan paruh waktu dalam jangka menengah di AS yang tertunda. Hampir semua berita yang terlihat setiap hari memberikan kesan buruk.
Pelaku pasar berharap akan ada lebih banyak volatilitas. Tetapi dengan fundamental ekonomi yang kuat di tempat. Sementara turbulensi kali ini dianggap serupa dengan kejadian di tahun 2016 atau 2018, dimana kemunduran tajam yang kemudian disusul dengan berbaliknya arah perdagangan dalam dalam beberapa bulan ke depan.
Indeks Nikkei 225 Jepang jatuh 2,7% dan Indeks Hang Seng Hong Kong turun 3,1% seiring dengan merosotnya bursa di China. Ketika investor mundur dari aset berisiko seperti saham, mereka mencari tempat berlindung pada aset safe haven, baik di mata uang seperti yen Jepang atau Emas. Alhasil posisi USDJPY, dan harga Emas menetap lebih tinggi, sementara harga minyak berjangka masih merosot. (Lukman Hqeem)