Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Harga emas di bursa berjangka naik 1,6% menjadi $2,345.4 per troy ons pada perdagangan di akhir pekan, Jumat (05/04/2024) atau naik hampir $37 per troy ons. Sementara dalam perdagangan emas di pasar spot, harga berakhir naik 1,5% menjadi $2,324.15 per troy ons, setelah mencapai rekor tertinggi $2,330.06 perdagangan hari ini. Harga emas batangan ini naik lebih dari 4% sepanjang minggu ini dan mencatat kenaikan mingguan ketiga berturut-turut.

Dorongan kuat kenaikan harga saat ini karena meningkatnya ketegangan geopolitik. Sentimen ini dianggap pasar sudah lebih dari cukup untuk dapat mengimbangi kuatnya data nonfarm payroll AS. Ada terlalu banyak arus masuk modal dan semua orang mengejar harga pasar yang tinggi, yang membantu harga emas seiring dengan kuatnya pembelian bank sentral dan pembelian spekulatif.

Pada hari Jumat, dilaporkan oleh Departemen Tenaga Kerja AS bahwa angka penggajian di sektor non pertanian, nonfarm payroll meningkat sebesar sebanyak 303.000 pekerjaan pada bulan lalu. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 200.000 lapangan kerja, dengan perkiraan berkisar antara 150.000 hingga 250.000.

Namun disisi lain, terjadi kenaikan eskalasi keamanan di Timur Tengah dan gangguan perdagangan yang mendorong pelaku pasar menuju aset-aset safe haven, dalam hal ini adalah emas. Secara khusus, ada dugaan bahwa serangan udara Israel pada hari Senin silam terhadap gedung diplomatik Iran di Suriah menjadi sebab eskalasi. Pasar was-was bahwa hal ini akan membuka pintu bagi serangan balasan atau tindakan lain yang berpotendi meningkatkan perang bayangan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun antara kedua negara.

Emas sebagai tempat berlindung yang aman (safe haven) dianggap lebih dari cukup untuk mengimbangi data pertumbuhan lapangan kerja AS yang secara signifikan lebih kuat dari perkiraan. Kuatnya data ekonomi ini menambah kekhawatiran pasar bahwa penurunan suku bunga Federal Reserve mungkin tidak akan segera terjadi dalam waktu dekat ini. Sebagaimana diketahui bahwa harga emas terkait erat dengan naik-turunnya suku bunga acuan Bank Sentral AS. Suku bunga yang lebih tinggi mengurangi daya tarik logam mulia tersebut.

Ketua Fed Jerome Powell menegaskan kembali pada hari Rabu bahwa bank sentral tidak terburu-buru untuk mengurangi biaya pinjaman setelah mempertahankan suku bunga kebijakannya tidak berubah pada kisaran 5,25%-5,50% pada bulan lalu. Pada titik tertentu di akhir tahun ini, dengan kekhawatiran terhadap inflasi yang masih tinggi, hal ini tetap menjadi lingkungan positif bagi pasar emas. Saat ini terdapat keyakinan sebesar 59% bahwa The Fed akan menurunkan suku bunganya pada bulan Juni. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang untuk memegang emas batangan.

Ekspektasi pasar pada prospek penurunan suku bunga Federal Reserve, sering disebut sebagai motivasi kenaikan harga emas saat ini. Meskipu mengalami pengurangan dari jumlah pemangkasannya menjadi tiga kali penurunan hingga Desember tahun ini. Sementara pada bulan tahun ini masih ada keyakinan dapat dilakukan enam kali penurunan.

Pembelian emas oleh bank sentral justru telah menjadi motivator utama, terutama yang dilakukan oleh Bank Rakyat Tiongkok. Permintaan fisik terhadap emas di Tiongkok sangat kuat, baik untuk perhiasan maupun investasi. Penurunan sektor real estat dan ekuitas Tiongkok semakin memperkuat status emas sebagai penyimpan kekayaan bagi investor di sana.

Kenaikan harga emas ini terjadi secara simultan dengan komoditas minyak mentah. Naiknya harga komoditi ini memang tidak dipungkiri bisa mewakili kekhawatiran pasar terhadap meningkatnya risiko geopolitik. Mengacu pada Indeks Volatilitas Cboe, (VIX), yang telah tertidur di level terendah, melonjak naik ke level 16 karena kekhawatiran mengenai memburuknya ketegangan di Timur Tengah.

Baik harga emas dan minyak dalam perdagangan di bursa komoditi ini mengalami lonjakan harga yang signifikan. Harga emas menembus menembus di atas $2.300 per ounce, sebuah rekor sepanjang masa, sementara minyak mentah Brent mencapai $90 per barel. Kenaikan ini dikaitkan dengan sentiment geopolitik di Timur Tengah yang memanas kembali.

Namun sejatinya, baik pasar emas dan minyak telah berada dalam mode bullish jauh sebelum kekhawatiran meningkat mengenai kemungkinan konflik langsung antara Iran dan Israel menyusul serangan Israel terhadap konsulat Teheran di Damaskus awal pekan lalu. Para investor melakukan lindung nilai terhadap risiko geopolitik, membeli saham emas dan energi terbukti lebih menguntungkan akhir-akhir ini dibandingkan membeli saham.

Secara teknis, grafik harga menceritakan kisah yang jelas. Baik logam mulia maupun minyak telah mengalami terobosan. Harga emas telah keluar dari fase konsolidasi sideways selama tiga tahun ini yang dapat menunjukkan kenaikan lebih lanjut ke kisaran $2.500-$2.600.

Sejumlah pelaku pasar telah menutup beberapa posisi short, membukukan keuntungan sementara. Namun kemudian para para pialang lain dengan berpijak pada sentiment teknis justru melakukan aksi beli emas sehingga harga mampu melewati level resistensi di $2.300.

Patut diwaspadai beberapa tanda-tanda penurunan pembelian oleh bank sentral baru-baru ini, dan hal ini tidak terduga. Hal ini karena Bank sentral cenderung tidak mengejar harga saat tinggi. Mereka cenderung melanjutkan pembelian ketika terjadi kemunduran, yang mungkin memberikan dukungan untuk pasar emas, serupa dengan dugaan “penempatan The Fed” untuk pasar keuangan.