Bank Sentral Jepang

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Gubernur Bank of Japan (BOJ) Haruhiko Kuroda pada Senin (05/11) mengatakan bank sentral akan mencari jalan keluar dari kebijakan ultra-longgar ketika inflasi mencapai target 2%. Bank Sentral Jepang memperkirakan inflasi tahun fiskal 2018 yang berakhir pada 2019 menjadi 0,9% dari 1,1%.


Saat melakukan pertemuan dengan para peminpin bisnis di Nagoya, Jepang hari ini, Kuroda menegaskan bahwa BOJ akan mencari jalan keluar dari kebijakan longgar dimana kurva imbal hasil Obligasi akan curam dan suku bunga akan naik. Meskipun suku bunga yang lebih tinggi saja tidak akan memperbaiki masalah Struktural yang membebani keuntungan bank regional, seperti populasi yang berkurang dan kurangnya permintaan pendanaan karena lebih banyak perusahaan pindah ke kota-kota besar, katanya.


Revisi target yang dilakukan oleh BoJ dinilai sebagai indikasi kegagalan membawa besaran inflasi ke level 2% meskipun pelonggaran moneter besar-besaran tengah dilakukan. Gubernur BOJ sendiri mengakui ada sejumlah masalah global, termasuk perang dagang AS- China yang memengaruhi ekonomi negara Sakura. Momentum menuju pencapaian target inflasi 2,0% dipertahankan, tetapi belum cukup kuat, kata BoJ dalam laporannya.


Dia mengatakan, BoJ secara hati-hati memantau perang dagang AS – China. Tetapi dampaknya terhadap ekonomi Jepang sejauh ini terbatas. Namun demikian, dia memperingatkan “jika konflik berkepanjangan, mungkin akan ada lebih banyak dampak.” Risiko lain yang diamati BoJ, termasuk ekonomi di Eropa, negosiasi Brexit dan kebuntuan anggaran Italia dengan Uni Eropa.


Sementara melambatnya pertumbuhan ekonomi China disatu sisi juga telah memburamkan prospek ekonomi Jepang. Muncul sinyalemen akan peningkatan produksi ditengah merosotnya ekspor jepang. Belum lagi dengan pertumbuhan upah yang melambat dan pola pikir defisiensi yang melekat pada masyarakat telah mencegah BOJ mencapai target inflasi 2% meskipun bertahun-tahun telah mencetak banyak uang.


Laporan itu juga menurunkan perkiraan inflasi untuk tahun-tahun mendatang. Untuk tahun fiskal 2019, BoJ memproyeksikan tingkat inflasi 1,4 persen dan 1,5 persen untuk tahun fiskal 2020. “Tingkat inflasi untuk 2019 dan 2020 tetap, hampir tidak berubah. Saya tidak berpikir gambaran besar tentang inflasi telah banyak berubah,” kata Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda kepada wartawan.


Angka-angka itu tidak memperhitungkan dampak kenaikan pajak konsumsi yang diperkirakan mulai berlaku sekitar Oktober tahun depan.


Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Jumat (2/11/2018), mengatakan tidak akan memaksakan kenaikan pajak penjualan yang telah diusulkan diterapkan tahun depan jika kondisi ekonomi memburuk. Ini menandakan keterbukaannya pada penundaan kenaikan pajak untuk yang ketiga kalinya jika keadaan mengharuskannya.


Shinzo Abe juga membela Bank of Japan (BOJ) karena tidak mencapai target inflasi 2%, mengatakan kebijakan moneter ultra-longgar bank sentral telah membantu menciptakan lebih banyak pekerjaan.


“Memang benar target inflasi belum terpenuhi. Tetapi target inflasi bukan hanya tujuan tetapi sarana untuk mencapai apa yang paling penting bagi perekonomian, yaitu menciptakan lapangan kerja,” kata Abe kepada parlemen, mengutip Reuters. “Saya yakin BOJ juga memperhatikan pertumbuhan pekerjaan dalam memandu kebijakan moneter.”


Meningkatkan tarif pajak penjualan adalah keputusan yang sensitif secara politis di Jepang dan telah menjadi lebih tinggi setelah meningkat menjadi 8% dari 5% pada tahun 2014 yang menandakan ekonomi mengalami resesi. Beberapa analis berspekulasi Abe dapat menunda kenaikan pajak lagi, terutama jika ia menganggapnya terlalu berisiko secara politis menjelang pemilihan majelis tinggi sekitar pertengahan 2019.


Abe telah mendorong kembali peningkatan pajak konsumsi dalam negeri menjadi 10% dari 8% sebanyak dua kali, termasuk pada tahun 2016 ketika ia mengutip risiko global seperti pemilihan Brexit, keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, yang dapat menekan ekonomi Jepang.


Baru-baru ini, Ia menegaskan untuk tetap pada keputusan saat ini yaitu menaikkan tarif pajak pada Oktober 2019. Dia juga berjanji untuk mengambil tindakan demi mengurangi dampak pada ekonomi dari kenaikan pajak melalui langkah-langkah seperti keringanan pajak untuk pembelian barang tahan lama.
Abe mengatakan dia berkomitmen untuk menaikkan pajak penjualan tahun depan tetapi keputusan seperti itu bisa berubah jika ekonomi dilanda goncangan. Dia menolak mengatakan kapan dia akan membuat keputusan akhir.


“Sikap dasar kami adalah kami akan melanjutkan dengan kenaikan pajak penjualan. Tapi salah rasanya jika terlalu kaku tentang hal ini dan menaikkan tarif pajak tanpa memmpedulikan apapun,” katanya kepada parlemen. Lebih lanjut dikatakan “Kami akan melanjutkan dengan kenaikan pajak kecuali ekonomi terpukul oleh guncangan skala keruntuhan Lehman Brothers” pada 2008”, katanya.