ESANDAR, Jakarta – Setelah naik selama empat minggu berturut-turut, kekuatan bullish dolar AS mulai kehilangan kendali. Di pekan lalu (9-13 Oktober) dolar tertekan oleh semua mata uang utama, turun 0,73% terhadap euro, melemah 1,71% versus pound sterling, jatuh 0,69% terhadap yen, merosot 1,55% terhadap dolar Australia dan harga emas pun akhirnya menanjak 2,28%.
Data ekonomi AS terkini menunjukkan kenaikan harga konsumen sebesar 0,5% pada bulan September, sementara indeks harga yang tidak termasuk harga makanan dan energi, naik hanya 0,1%, menunjukkan bahwa kekuatan disinflasi masih bermain. Penjualan ritel pun naik 1,6%, jumlah terkuat sejak Maret 2015 namun saat dihitung dengan tidak memasukkan pembelian mobil dan bahan bakar, belanja konsumen AS hanya meningkat 0,5%.
Meski data AS relatif bagus, dolar AS harus berjuang selama sepekan terakhir dimana para investor tidak yakin bahwa laporan ekonomi positif tersebut dapat meningkatkan peluang bagi kenaikan suku bunga di tahun 2018. Para pialang tetap yakin untuk kenaikan suku bunga pada bulan Desember ini. Sejauh ini, diperkirakan pada 2018, The Fed akan menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali, dengan tingkat keyakinan sebesar 70%. Jadi singkatnya angka-angka tersebut di atas tidak cukup kuat untuk mengimbangi risiko yang dihadapi dolar AS dalam dua bulan ke depan.
Selain masalah data ekonomi tersebut, ada dua sentiment utama yang membayangi pergerakan Dolar AS saat ini yaitu isu Korea Utara dan pemilihan Gubernur Bank AS yang baru. Sayangnya, tidak ada kepastian yang bisa diketahui kapan sentiment ini akan berlaku dan juga konsekuensinya. Terkait ketegangan di semenanjung Korea, sejauh ini tidak ada pihak yang menunjukkan sikap mundur atau mengalah, baik Korea Utara, Korea Selatan, AS, Cina dan Jepang sekalipun. Khusus AS dan Korea Utara bahkan bersiap melancarkan aksi militer sehingga situasinya cenderung memburuk dan berpotensi meningkatkan risiko ekonomi pada Dolar AS dan memberikan peluang bagi Harga Emas untuk naik.
Dalam hal pemilihan Gubernur Bank Sentral AS, jika Janet Yellen terpilih kembali memimpin The Fed, maka berpotensi menjadi sentiment negatif bagi Dolar AS. Sayangnya, jika Presiden AS Donald Trump lebih memilih Gubernur baru yang bukan dari pejabat The Federal Reserve saat ini, dampak negatifnya juga akan signifikan bagi Dolar AS.
Pasar akan menilai kondisi pemulihan ekonomi AS hingga akhir tahun ini. Jika tidak terlihat peningkatan yang konsisten dalam pertumbuhan kerja, upah, inflasi dan belanja konsumen, maka kenaikan suku bunga ditahun ini akan menjadi yang terakhir. Pun juga menjadi yang terakhir dalam kariri Janet Yellen. Pasar akan semakin berhati-hati dengan setiap laporan ekonomi yang masuk, dimana mereka akan lebih teliti dan hati-hati.
Selanjutnya di pekan ini, fokus utama untuk menilai dolar AS adalah pidato oleh Janet Yellen, data Beige Book serta data-data regular lainnya terutama dari AS, Eropa dan UK. Perkembangan politik dan keamanan terkait Korea Utara, Catalunya, proses pembentukan koalisi pemerintahan Jerman dan Selandia Baru serta prospek pemilu Jepang dan juga setiap kabar mengenai Brexit.
Pada EURUSD, tren minggu ini masih netral dimana secara fundamental, berita tentang Catalunya akan menjadi berita utama, namun ternyata Eropa memiliki banyak gerakan separatis lainnya yang terus mengamati perkembangan politik di wilayah timur laut Spanyol yang makmur tersebut. Gerakan separatis di Eropa tumbuh pada kota-kota kecil ke seluruh wilayah tersebut dan motivasi mereka untuk merdeka hampir sama yaitu perbedaan bahasa dan budaya serta pembenaran ekonomi dan sejarah. Sementara beberapa gerakan separatis bermimpi mendapatkan otonomi lebih besar dari pemerintah nasional, gerakan yang lain yang lain seperti Catalunya bertujuan untuk mendapatkan kemerdekaan penuh.
Negara-negara seperti Jerman dan Italia di mana negara-negara dapat memiliki perbedaan linguistik, budaya dan sejarah yang sangat berbeda cenderung memiliki banyak dan gerakan separatis yang signifikan yang harus mereka hadapi. Karakteristik geografis dapat berperan juga, dengan pulau-pulau dan beberapa semenanjung seringkali menuntut lebih banyak otonomi atau kemerdekaan, merasa “terpisah” dan jauh dari pusat-pusat kekuasaan.
Dari daratan Inggris dikabarkan pula bahwa secara Fundamental, kondisi ekonomi Inggris terus dibayangi ketidakpastian akhir cerita Brexit. Pertumbuhan ekonomi bisa terjebak pada laju kecepatan yang rendah meski tidak cukup lemah untuk mencegah Bank of England (BoE) menaikkan suku bunganya pada bulan depan. Dalam prospek jangka menengah, perekonomian Inggris masih suram. Hal ini member ruang sempit bagi Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond dalam mengimbangi pukulan besar dari dampak Brexit.
Dari sejumlah data, defisit perdagangan barang mencapai rekornya. Tapi ada beberapa tanda dorongan ekonomi untuk Inggris. Pada bulan Juli dan Agustus pabrik-pabrik di negara itu mencatatkan dua bulan terkuatnya pada 2017 dan sektor konstruksi tumbuh untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Pada penghitungan tahun ke tahun, output pabrik 2,8 persen lebih tinggi, pertumbuhan tercepat dalam enam bulan. Revisi terhadap data sebelumnya menunjukkan bahwa ekonomi Inggris sedikit kurang lemah pada awal tahun ini dari perkiraan sebelumnya. Perekonomian UK telah melambat tajam tahun ini karena konsumen merasakan inflasi meningkat, sebagian besar disebabkan oleh turunnya nilai pound sterling setelah referendum Brexit dan juga karena pertumbuhan upah yang lemah.
Meskipun demikian, pada bulan lalu BoE mengatakan bahwa sebagian besar pembuat kebijakannya berpendapat bahwa kemungkinan mereka akan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam satu dekade dalam beberapa bulan mendatang. Pasar memperkirakan kenaikan itu akan terjadi di bulan November. BoE percaya bahwa referendum Brexit tahun lalu akan menciptakan tekanan inflasi yang lebih besar dengan meredam investasi bisnis dan memperlambat migrasi ke Inggris.
Data untuk sektor jasa yang jauh lebih signifikan akan dirilis pada 25 Oktober, bersamaan dengan perkiraan awal untuk pertumbuhan produk domestik bruto kuartal ketiga, sedikit lebih dari seminggu sebelum pengumuman BoE pada 2 November. Banyak ekonom meyakini bahwa hanya dengan pelemahan yang mengejutkan pada data-data tersebut yang akan dapat menyebabkan BoE terpaksa menunda kenaikan suku bunga.
Analisa Teknikal EURUSD, GBPUSD dan AUUSD
Secara Teknikal, penguatan EURUSD masih akan berlanjut berdasarkan formasi grafik mingguan. Investor tetap perlu mewaspadai potensi koreksi yang terjadi. Hal yang perlu diperhatikan adalah jika terjadi pergerakan harga yang menembus level 1.1792, kemungkinan harga akan kembali ke level 1.1751 – 1.1709 – 1.1664. Namun sebaliknya jika menembus level 1.1883, maka kemungkinan harga akan kembali melanjutkan penguatannya ke level 1.1926 – 1.1967 – 1.2007.
Penguatan GBPUSD masih akan berlanjut secara mingguan dengan potensi koreksi pada tengah sesi perdagangan harian. Jika pergerakan GBPUSD mampu menembus level 1.3220, kemungkinan harga akan terkoreksi turun di level 1.3159 hingga 1.3095 atau terjauh di 1.3030. Namun sebaliknya apabila terjadi penguatan terus, GBPUSD berpeluang menembus level 1.3340, dengan target kenaikan ke 1.3402 hingga 1.3458 dan terjauh ke 1.3514.
Dalam perdagangan Aussie, pelaku pasar diharapkan bisa memperhatikan beberapa indicator ekonomi seperti perkiraan IMF akan pertumbuhan Australia. Menurut IMF pertumbuhan ekonomi Australia pada 2017 akan hanya di 2,2%, turun dari 2,5% di 2016. Sebaliknya, pada 2018 akan meningkat menjadi 2,9%. Pelemahan AUDUSD berpeluang terjadi kembali meski penguatan bisa terjadi. Apabila AUDUSD menembus level 0.7801, kemungkinan akan kembali ke 0.7757 hingga 0.7713 atau bahkan ke 0.7667. Sebaliknya jika menurun ke level 0.7899, kemungkinan kembali melanjutkan gerakan ke area 0.7939 hingga 0.7980 atau bahkan menuju 0.8024. (Lukman Hqeem)