Faktor China bisa menjadi pertimbangan investor masuk ke bursa untuk tujuan jangka menengan dan panjang. (Lukman Hqeem)

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Aksi jual yang baru-baru ini terjadi disejumlah bursa saham negara berkembang telah berlebihan, dan justru menciptakan peluang saat ini bagi investor, menurut kepala eksekutif bisnis China JPMorgan Chase.


Mark Leung, yang berbicara kepada CNBC di World Economic Forum pada hari Rabu (19/9/2018), mengatakan investor harus mempertimbangkan faktor China. Menurut Leung, aksi jual yang terjadi dianggap telah berlebihan. Oleh sebab itu, jika melihat posisi dan juga sisi fundamental, kami pikir ada alasan untuk mulai masuk ke pasar negara berkembang untuk jangka menengah dan panjang. China adalah target utama, katanya, seperti dilansir dari CNBC International.


Dalam beberapa minggu terakhir, masalah ekonomi telah menghantam Turki dan Argentina, yang menyebabkan aksi jual mata uang negara berkembang termasuk di Asia. Beberapa indeks saham pasar berkembang juga mengalami penurunan tajam. Perekonomian terbesar Asia itu telah mempercepat pembukaan sektor keuangannya, kata Leung, dengan perkembangan utama seperti membangun jaringan perdagangan bursa Shanghai-London, dan sistem penyelesaian baru untuk skema investasi obligasi yang menghubungkan daratan ke Hong Kong.


Beijing telah mengklaim ingin membuka sektor keuangannya untuk menampung lebih banyak investasi asing pada akhir 2018 dan akan memungkinkan perusahaan asing untuk bersaing dengan kedudukan yang sama dengan perusahaan domestik di sektor ini. Dalam catatan, China memiliki sejarah panjang dalam melindungi industri-industri yang tumbuh di dalam negeri dan membatasi dengan ketat kepemilikan asing terhadap perusahaan-perusahaan domestik.
Leung menambahkan bahwa pada semester pertama tahun ini, China telah menerima US$43 miliar arus masuk dari investor asing, yang sebagian berasal dari penyertaan saham A China dalam indeks global dan regional oleh indeks raksasa MSCI. Saham A adalah saham dari perusahaan daratan yang diperdagangkan di bursa Shanghai dan Shenzhen.


Menurutnya, terdapat sejumlah risiko bagi investor jika China menanggapi perang perdagangan AS, seperti melemahnya yuan atau menjual kepemilikan obligasi negara AS. “Kekhawatiran di sini sebenarnya adalah ketidakpastian, jadi saya pikir untuk investor secara global, terutama di (China), ketika Anda melihat pasar saham dengan begitu banyak partisipasi ritel, itu yang paling penting … bagi negara untuk menanamkan stabilitas dan kepercayaan diri,” katanya. “Jadi saya tidak percaya lingkungan yang drastis dan mudah berubah baik untuk China,” katanya. “Jadi kami berharap untuk melihat langkah-langkah yang lebih mendukung dari pemerintah dari sudut pandang fiskal.”


Leung mengatakan liberalisasi China dari sektor keuangan adalah “elemen penting” dari strategi pertumbuhan J.P. Morgan. Rencananya, bank di China akan mengajukan permohonan untuk mengatur bisnis sekuritas yang dimiliki sepenuhnya. Hal ini mereka lakukan demi meningkatkan mayoritas saham perusahaan patungannya didalam lingkup lengan manajemen aset. Ditegaskan oleh Leung, mereka akan menggandakan cakupan penelitiannya di negara itu. (Lukman Hqeem)