ESANDAR – Dolar AS naik moderat pada perdagangan hari Selasa (17/12/2019), terangkat oleh penurunan dramatis dari mata uang Inggris Poundsterling setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menghidupkan kembali wacana Inggris keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan alias no-deal Brexit.
Kesepakatan perdagangan “fase satu” antara Washington dan Beijing, yang diumumkan pada hari Jumat akan mengurangi tarif AS untuk barang-barang Cina dengan imbalan peningkatan pembelian beberapa barang AS. Lembaga pemeringkat Fitch mengatakan kesepakatan itu meredakan ketegangan AS-Cina tetapi peningkatan eskalasi tetap menjadi risiko yang signifikan, dengan masalah teknologi yang menjadi penghalang bagi tercapainya resolusi penuh.
Sementara pada hari Selasa, Boris Johnson menetapkan tenggat waktu pada Desember 2020 untuk mencapai kesepakatan perdagangan baru dengan UE, berusaha menekan Brussels untuk bergerak lebih cepat untuk menandatangani kesepakatan. Johnson akan menggunakan kekuasaannya atas parlemen untuk melarang perpanjangan masa transisi Brexit setelah tahun 2020. Itu adalah langkahnya yang paling berani sejak memenangkan mayoritas besar dalam pemilihan Kamis lalu, dan itu menakutkan pasar keuangan. Poundsterling berakhir turun terhadap dolar AS dan euro di akhir sesi perdagangan Amerika Utara. Pada hari Jumat mata uang ini sempat mencapai harga tertinggi sejak Mei 2018 setelah kemenangan pemilihan umum yang diraih Johnson.
Ketidakpastian Brexit yang bersifat sterling-negatif kembali ke garis depan. Langkah ini tampaknya menjadi variasi yang mengejutkan bagi euro karena ketidakpastian Brexit hanya akan menyulitkan latar belakang ekonomi Eropa. Tes yang lebih baik dari sentimen euro akan terjadi pada hari Rabu yaitu angka final inflasi zona euro untuk November yang diperkirakan tidak direvisi pada 1% rendah, dibandingkan dengan target 2% yang ditetapkan ECB.