ESANDAR, Jakarta – Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters diungkapkan pada Jumat (17/05/2019), menyebutkan bahwa laju ekspor Jepang diperkirakan akan mengalami penuruan dibulan April ini, sebagai penurunan kelima berturut-turut, menyusul membesarnya tekanan dari perang dagang AS – Cina.
Menurut perkiraan median dalam jajak pendapat 15 ekonom, laju ekspor diperkirakan turun 1.8% di bulan April dari tahun sebelumnya, pasca penurunan 2.4% di tingkat tahunan pada Maret sebelumnya. Jepang menjadi salah satu negara eksportir yang mendapatkan imbas negatif selama 10 bulan terakhir, akibat trade wars antara dua negara ekonomi terbesar dunia tersebut, yang menimbulkan gangguan terhadap jaringan pasokan global dan sekaligus membebani kepercayaan bisnis.
Dalam jajak pendapat disebutkan juga bahwa untuk laju impor diperkirakan meningkat sebesar 4.8% di tingkat tahunan pada April lalu, yang menghasilkan surplus perdagangan hingga sebesar 203.2 milliar Yen atau setara dengan $1.85 milliar. Pesanan mesin inti diperkirakan turun 0,7% di bulan Maret dari bulan sebelumnya. Meskipun sangat fluktuatif, data ini dianggap sebagai indikator belanja modal dalam enam hingga sembilan bulan mendatang.
Secara terpisah indikator utama belanja modal yang akan dirilis pada pekan depan, diperkirakan mengalami sedikit penurunan di bulan Maret, sehingga semakin meningkatkan kekhawatiran mengenai kemungkinan korporasi akan memangkas laju investasi bisnisnya akibat perselisihan dua negara mitra dagang terbesar Jepang tersebut.
Data lain diperkirakan menunjukkan harga konsumen naik lebih tinggi pada bulan April, tetapi tetap masih jauh dari target inflasi 2% dari Bank of Japan yang dinilai sulit untuk dicapai. Secara keseluruhan data tersebut mampu untuk memberikan gambaran mengenai lesunya ekonomi Jepang, yang mungkin memerlukan lebih banyak stimulus fiskal dari bank sentral atau pemerintah jika arus perdagangan global terus melemah.
Menanggapi hasil jajak pendapat ini, Norio Miyagawa, ekonom senior di Mizuho Securities, mengatakan bahwa semua ini berawal dari perlambatan ekonomi Cina sebagai akibat Perang Dagang AS- China. Dampaknya berimbas negatif pada ekspor Jepang. Menurutnya, jika Jepang ingin terhindari dari resesi, maka para pembuat kebijakan di Jepang tidak bisa hanya menunggu saja, sementara ketidakpastian mengenai perdagangan ini masih akan berlanjut.