ESANDAR, Jakarta – Bursa saham Asia sebagian besar jatuh pada hari perdagangan akhir pekan, Jumat (09/11). Koreksi yang terjadi menghapus kenaikan minggu sebagaimana Indek Nikkei Jepang yang hampir tidak beranjak. Penurunan terbesar terjadi di Hong Kong, di mana saham turun lebih dari 2% dan memperpanjang kerugian minggu ini.
Sentimen utama pendorong jatuhnya bursa adalah kekhawatiran investor atas Perang Dagang AS – China yang berlarut-larut. Mereka membebani data terkini dari Beijing yang menunjukkan inflasi konsumen meningkat lebih tinggi. Sektor Keuangan baik di China dan Hong Kong berada di bawah tekanan setelah regulator perbankan dan asuransi negara itu mengumumkan dukungan kredit untuk sektor swasta.
Selain itu, kerugian pada hari Jumat bisa menjadi tanda baru bahwa kenaikan awal-November bulan lalu yang memberikan sejumlah indeks Asia minggu terbaik mereka dalam beberapa tahun belum menghapus kekhawatiran pasar yang telah bertahan selama berbulan-bulan.
Indek Nikkei Jepang, turun 1%, meluncur dari level tertinggi 2 ½ minggu pada hari Kamis. Saham Nikon jatuh 9%, sementara produsen robot Fanuc turun sekitar 5% dan Nintendo turun 2,8%. Indek KOSPI Korea Selatan tergelincir 0,3%. Indek Hang Seng Hong Kong harus turun 2,4%, setelah naik 6 dari 7 hari.
Sektor teknologi tetap lemah, dimana saham-saham produsen komponen smartphone seperti AAC dan Sunny Optical harus turun sekitar 4%; Bahkan kedua saham ini, dalam sepekan mereka masing-masing merosot 19% dan 12%. Saham AAC kini diperdagangkan pada posisi terendah dalam 2 ½ tahun.
Sementara itu, saham internet kelas berat Tencent turun 4% setelah melemahnya sektor sejenis di lantai bursa AS. Saham energi juga harus turun setelah harga minyak AS berada dalam tren bearish.
Indek Shanghai China, turun 1,3% dengan catatan penurunan yang cepay untuk kelima kalinya. sementara Indek Shenzhen turun hanya 0,3%. Dimana Saham Industrial & Commercial Bank of China (ICBC) turun 2,7%, sementara Saham Agricultural Bank of China Ltd (ABC) turun lebih dari 3%.
Jatuhnya sektor keuangan China, tak lepas dari kabar bahwa Guo Shuqing, Kapala Komisi Regulator Perbankan dan Asuransi China (CBIRC), mengatakan bank perlu mengalokasikan setidaknya sepertiga dari pinjaman baru kepada perusahaan swasta.