ESANDAR, Jakarta – Volume investasi di Asia Pasifik mencapai rekor sebesar US$ 81 miliar pada semester pertama tahun 2018, naik 30 persen dalam setahun, dengan Hong Kong memimpin sebagai kota paling aktif di kawasan tersebut, menurut data terbaru dari JLL, konsultan real estate.
“Pasar properti di Asia Pasifik terus menunjukkan kinerja yang baik meskipun adanya ketidakpastian dalam politik dan ekonomi global,” kata Stuart Crow, Head of Asia Pacific Capital Markets, JLL. “Secara global, laju transaksi di Asia Pasifik telah melebihi Eropa dan Amerika Serikat, karena pertumbuhan volume transaksi di wilayah ini didukung oleh pemulihan siklus lanjutan di beberapa negara maju seperti Hong Kong, Australia, dan Jepang.”
Volume transaksi di Hong Kong tumbuh menjadi US$ 14,6 miliar pada semester pertama tahun ini dibandingkan dengan tahun 2017 yaitu US$ 5,8 miliar pada periode yang sama. Kota ini melonjak ke posisi ketiga dalam daftar pasar paling likuid di dunia, setelah yang pertama London dan yang kedua New York, setelah penjualan gedung perkantoran The Center yang memiliki 73 lantai dengan nilai sebesar US$ 5,1 miliar. Transaksi tersebut sejauh ini menjadi transaksi aset tunggal terbesar tahun 2018, dan juga merupakan transaksi real estate paling mahal di dunia yang pernah ada.
“Kenaikan harga di sub-pasar Central Hong Kong terjadi karena kombinasi dari tingkat persaingan harga sewa, tingginya permintaan dan kurangnya pasokan baru. Ditambah dengan masuknya penghuni dan investor Cina, faktor-faktor ini membuat harga real estate meningkat pesat,” kata Joseph Tsang, Head of Capital Markets, JLL Hong Kong.
“Meskipun ada kenaikan harga, minat para investor tetap bertahan. Antara 2015 dan 2017, pembeli daratan menghabiskan rata-rata US$ 2,1 miliar per tahun untuk perkantoran di Hong Kong. Tahun ini ditargetkan untuk melebihi angka tersebut mengingat bahwa, sampai saat ini, telah ada lebih dari US$ 2 miliar akuisisi kantor yang telah ditransaksikan,” jelas Mr Tsang.
Investor Asia mengambil alih investasi dana global
Sementara itu, para investor Asia merupakan pembeli real estate komersial paling aktif pada paruh pertama 2018. Kelompok ini sendiri membeli 20 persen dari aset perkantoran, hotel dan ritel yang berasal dari dana global, yang merupakan penjual terbesar real estate komersial – dengan total nilai US$ 31,5 miliar antara bulan Januari dan Juni.
Ketika investasi outbond dari Cina melambat, investor dari Hong Kong, Singapura dan Korea Selatan maju untuk menyediakan likuiditas, yang membuktikan tingginya kekuatan investasi para pembeli di wilayah tersebut.
“Meskipun banyak dari para investor ini telah menguntungkan AS di tahun-tahun sebelumnya namun tekanan harga di pasar utama dan meningkatnya hedging cost mendorong banyak kelompok Asia untuk lebih mempertimbangkan investasi di Eropa,” jelas Crow. “Ini telah menjadi contoh bagi investor Korea Selatan, yang menghadapi hedging cost yang tinggi ketika berinvestasi di AS. Faktanya, transaksi pembelian Korea Selatan di Eropa memiliki besaran dua kali lipat dibanding investasi di AS pada pertengahan tahun 2018.”
Di seluruh wilayah, sektor kantor mendominasi lebih dari setengah volume transaksi, kemudian ritel mengikuti sebesar 20 persen. Industri dan logistik, yang mencapai 13 persen dari total transaksi, melihat pertumbuhan sebesar 27 persen dalam setahun karena sektor ini sama-sama diminati oleh para investor asing dan domestik.
“Investor menaikkan eksposur mereka ke real estate di Asia, dengan semakin banyak kelompok yang meningkatkan alokasi mereka ke sektor ini berkat kualitas defensif, aliran pendapatan yang stabil, dan kinerja yang baik dibandingkan dengan kelas aset lainnya. Pergeseran tren demografi dan teknologi mengendalikan minat untuk skala, terutama di sektor logistik dan alternatif,” tambah Crow. (Lukman Hqeem)