Dua tahun paska Brexit, Inggris terlihat kehilangan momentumnya,

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Dua tahun berselang setelah Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa. Terlihat, negeri ratu Elizabeth tersebut limbung, kehilangan momentumnya.

Pada 23 Juni kemarin, tepat dua tahun sejak pemilih Inggris mundur meninggalkan Uni Eropa, dengan 52% mendukung keluar dan 48% ingin tetap didalam. Selang dua tahun ulang tahun referendum, para analis menilai ekonomi Inggris melembut baru-baru ini. Hal ini mengejutkan banyak pihak, khususnya Brexiters

Para analis berbagi beberapa grafik yang menggambarkan bagaimana Inggris kehilangan kekuatannya.  “Dampak yang paling mencolok dari Brexit telah menjadi momentum pertumbuhan yang lebih rendah terlihat di Inggris sejak referendum,” kata Philippe Waechter, kepala ekonom di Ostrum Asset Management, dalam catatan pekan lalu.

Ia membandingkan pertumbuhan terbaru dalam produk domestik bruto Inggris dengan kinerja Prancis dan Jerman. “Saya telah menghitung tren pada tingkat GDP riil dari awal pemulihan pada 2013 hingga kuartal kedua 2016 (referendum) dan memperpanjangnya hingga kuartal pertama 2018,” tulis Waechter. “Pada kuartal pertama 2018, GDP Perancis adalah 1,8% di atas tren, Jerman adalah + 1% dan kawasan euro + 1,4% sedangkan Inggris berada di bawah 2%.”

Sementara itu, Ekonom Utama Pantheon Macroeconomics Ian Shepherdson telah men-tweet chart di bawah ini yang menunjukkan ekspansi U.K. yang tertinggal dari AS dan pertumbuhan zona euro. “Jika itu adalah dividen Brexit, teori keuangan perlu sedikit memikirkan kembali,” Shepherdson mentweet, dalam referensi yang jelas terhadap kehebohan baru-baru ini seputar kemungkinan “dividen Brexit” untuk Layanan Kesehatan Nasional negara itu.

Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan akan ada uang yang tidak lagi dikirim ke UE oleh negara yang bisa masuk ke NHS, menggemakan sebuah titik pembicaraan populer di kalangan Brexiteers, tetapi para kritikus berpendapat bahwa pembicaraan tentang dividen Brexit menyesatkan.

Banyak pakar strategi yang menyarankan bahwa investor menghindari saham Inggris, karena ketidakpastian di sekitar Brexit, meskipun yang lain mengatakan FTSE 100 negara itu, berfungsi sebagai perdagangan siklus selanjutnya karena bobotnya yang besar dalam komoditas dan pertahanan.

Inggris diperkirakan akan meninggalkan Uni Eropa secara resmi pada 29 Maret, tetapi banyak masalah seputar keberangkatan itu tetap tidak terselesaikan. (Lukman Hqeem)