ESANDAR, Jakarta – Bursa saham global dalam perdagangan di hari Selasa (03/07) berakhir beragam. Rata-rata penutupan masih tidak terpaut jauh dengan posisi sebelumnya. Hal ini mengindikasi posisi investor tengah menunggu sinyal yang kuat dari pasar untuk menentukan pergerakan selanjutnya.
Indeks Dow Jones melemah setelah sempat naik ke 24,444 seiring para investor melihat ketidakpastian perdagangan yang berlangsung dalam sesi liburan singkat hari Kemerdekaan AS. Indeks Dow Jones berakhir naik 0.3% ke level 24,386. Indek S&P naik 0.3% ke level 2,734. Indeks Nasdaq naik 0.3% ke level 7,593.
Hari ini bursa saham AS libur untuk merayakan kemerdekaannya. Pasar akan dibuka kembali pada hari Kamis. Liburnya pasar AS membuat perdagangan hari ini diperkirakan akan datar-datar saja. Baik dibursa saham, komoditi dan keuangan.
Pada perdagangan sebelumnya, bursa saham Eropa ditutup naik di hari Selasa setelah Kanselir Jerman Angela Merkel mengatasi perselisihan mengenai migrasi yang mengancam pemerintahannya yang rapuh. Indek DAX Jerman memimpin kenaikan, dengan naik sekitar 0.9 %. Kenaikan diraih setelah sebuah terobosan politik pada Senin petang yang mendorong menteri dalam negeri Jerman untuk membatalkan ancaman untuk mengundurkan diri.
Dari Asia dikabarkan bahwa Indeks Hang Seng ditutup jatuh hampir 500 poin pada perdagangan perdana setelah libur hari Senin. Hasil negative perdagangan bursa regional saat bursa Hong Kong libur, menjadi sentiment penggerak jatuhnya pasar. Investor berpangku pada melambatnya ekonomi Cina sebagaimana data terkini dari angka bulan ke bulan.
Proyeksi rata-rata untuk pertumbuhan produk domestik bruto Cina pada kuartal kedua tahun 2018 adalah 6.7%, lebih rendah dari pada kuartal pertama sebesar 6.8%. Untuk setahun penuh, proyeksi rata-rata adalah 6.6%. Banyak ekonom memperkirakan bahwa meningkatnya resiko Perang Dagang AS – Cina, menyebabkan penurunan ekspor. Meskipun sentiment lain adalah penurunan tajam investasi aset tetap.
Indeks Nikkei ditutup lebih rendah terseret oleh penurunan yang terus terjadi di bursa Cina. Nikkei 225 melemah 0.12 % atau 26.39 poin, menjadi 21,785.54. Indeks Kospi ditutup positif setelah sempat turun sebagai imbas dari penurunan di bursa Cina yang diperkirakan berdampak pada kinerja sektor ekpor Korea Selatan ke Cina.
Pasar memperhatikan tren pergerakan suku bunga AS dan memanasnya hubungan dagang AS dengan mitra utamanya. Menurut Goldman Sachs, kedua sentiment ini akan mendatangkan masalah bagi para investor di paruh kedua tahun ini. Meski demikian, sejumlah perusahaan yang memiliki neraca kuat, seperti Facebook dan NVIDIA, dinilai mampu berkinerja dengan baik di masa sulit ini, menyusul kemampuan mereka untuk menangani tingginya biaya pinjaman dan volatilitas secara keseluruhan.
Pada umumnya data ekonomi yang kuat serta pertumbuhan pendapatan yang solid telah mampu untuk mengangkat sentimen pasar. Sejak awal tahun ini, antusiasme investor mampu mengangkat kinerja dari pasar ekuitas, akan tetapi semuanya sedikit mendapatkan hambatan seiring kebijakan proteksionisme dari Donald Trump, yang memicu terjadinya Perang Dagang.
Dalam sebuah catatannya, David Kostin, kepala strategi ekuitas AS di Goldman Sachs, menuliskan bahwa ketegangan ini telah berfluktuasi hingga pertengahan tahun ini bahkan terus meningkat selama sebulan terakhir. Pihak Gedung Putih baru-baru ini telah mengeluarkan usulan mengenai tarif baru untuk impor otomotif senilai hingga $275 milliar serta usulan mengenai tarif khusus yang menargetkan impor produk Cina hingga senilai $400 milliar.
Awal pekan ini pasar ekuitas merasakan dampak dari meningkatnya ketegangan, menyusul DJIA jatuh lebih dari 100 poin menjelang penutupan sesi pertama perdagangan Senin malam. Selain itu, pasar ekuitas merasakan pula dampak dari kenaikan suku bunga AS. Kostin menambahkan bahwa imbal hasil Treasury AS 10-y telah meningkat sebesar 44 basis poin menjadi 2.85%, dan jika melihat dari perekonomian AS saat ini, makadiperkirakan imbal hasilnya akan naik hingga 3.25% di akhir tahun ini.
The Fed telah menaikkan suku bunga dua kali di tahun ini, dan investor masih mengharapkan setidaknya kenaikan satu kali lagi hingga akhir 2018. Goldman Sachs menerapkan acuan metrik yang disebut Altman Z-Score untuk menentukan kekuatan neraca setiap perusahaan, yang memperhitungkan lima rasio, seperti modal kerja ke aset, laba yang ditahan, leba sebelum pajak dan bunga, aset penjualan serta kapitalisasi pasar terhadap kewajiban. (Lukman Hqeem)