ESANDAR, Jakarta – Ditengah kenaikan imbal hasil Obligasi AS dan saham, Dolar AS mendapat dorongan kenaikannnya. Dolar cenderung mengambil isyarat dari arah yield Treasury, karena pedagang mata uang cenderung tertarik pada mata uang dimana suku bunga menarik.
Indek Dolar ICE naik 0,7% ke 89.720 pada Selasa (20/02/2018). Jika kenaikan ini berlanjut, maka akan menjadi kenaikan beruntun kedua kalinya, kembali turun 1,4% di minggu lalu. Indek Dolar AS versi WSJ juga naik 0,5% ke 83,58.
Pada perdagangan mata uang USDJPY, Dolar AS naik ke ¥ 107,28, dari sebelumnya di ¥ 106,59, ini masih merupakan posisi terlemah Dolar AS dalam beberapa bulan ini. Minggu lalu, Yen menguat sebesar 2,3% diatas Dolar AS, ini menjadi sepekan yang paling kuat sejak Februari tahun lalu. Sementara pada perdagangan EURUSD, Euro mendapat tekanan, dimana terpeleset $ 1,2337dari sebelumnya di $ 1,2407. Poundsterling sendiri juga terpelanting ke $ 1,3991 dari $ 1,3999.
Kenaikan dolar AS ditengah kenaikan imbal Obligasi AS, baik yang tenor 2 tahun dan 10 tahun, masing-masing naik 2.2084% dan 2.8818%. Para pialang menunggu gelombang banjir di pasar neraca AS minggu minggu ini. Kenaikan aliran likuiditas ini bisa mengimbangi kenaikan imbal hasil. Sebuah lelang untuk Obligasi 2 tahun yang baru menambah nafsu makan investor yang solid pada hari Selasa. Penjualan obligasi segar ini bisa melemahkan imbal Obligasi yang ada, mendorong harga turun dan imbal hasil yang lebih tinggi. Harga obligasi dan imbal hasil memang bergerak terbalik.
Pedagang mata uang juga akhir-akhir ini lebih memperhatikan ekuitas, mengingat kegelisahan pasar saham global awal bulan ini, yang pada awalnya tidak mempengaruhi mata uang, namun kemudian menyebabkan yen Jepang menguat terhadap greenback karena investor membeli aset safe haven. Pada hari Selasa, kekuatan greenback bertepatan dengan penurunan Indek Dow Jones.
Investor juga semakin melihat lebih rinci kepada anggaran dan defisit perdagangan A.S.-yang dikenal sebagai “defisit kembar atau Twin Deficit” – untuk mendanai kebijakan ekspansioner Trump. Sementara itu, Federal Reserve, yang merupakan pembeli besar Treasurys untuk mendanai pengeluaran pemerintah, menormalisasi kebijakan moneternya, memberi pasar obligasi pemerintah sebuah dinamika baru.
Tidak ada data ekonomi yang harus dicapai di AS, meskipun investor akan mencermati penerbitan risalah pertemuan The Federal Reserve pada 30-31 Januari kemarin. Risalah ini untuk mengetahui kebijakan suku bunga dan pemikiran mengenai inflasi. Namun serangkaian pembicara Fed akan memulai mulai hari Rabu.
The Fed diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada pertemuan berikutnya di bulan Maret, meskipun prospek baru untuk suku bunga telah gagal untuk mendorong dolar karena kenaikan tersebut telah diperhitungkan kedalam harga. Pelaku pasar telah memperkirakan tingkat kenaikan tiga atau empat, namun kekhawatiran defisit membebani.
Euro berada di bawah tekanan terhadap dolar dan pound setelah Business Insider melaporkan bahwa Parlemen Eropa sedang mempersiapkan sebuah resolusi yang menyerukan sebuah “kesepakatan bersama” untuk Inggris, memberikan akses “istimewa” ke pasar tunggal Eropa. Itu berbeda dengan posisi yang dinegosiasikan oleh negosiator Uni Eropa Michel Barnier.
Sementara data menunjukkan sentimen ekonomi Jerman jatuh di bulan Februari. ZEW mengatakan indek harapan ekonomi Jerman turun menjadi 17,8 poin dari 20,4 poin pada Januari. Ekonom yang disurvei oleh The Wall Street Journal telah memperkirakan penurunan menjadi 16,0 poin.
Dengan greenback yang menguat kembali saat ini dari posisi terendah tiga tahun, mungkinkah ini merupakan awal dari sebuah reli panjang atau hanya kebangkitan kucing mati sesaat saja. Ada kecurigaan bahwa argumen para pemilih kenaikan, Bullish untuk dolar demi memperpanjang kenaikan kemungkinan didasarkan pada optimisme mengenai pertumbuhan ekonomi AS. yang lebih kuat dan kenaikan inflasi.
Meski demikian adanya prospek sejumlah bank sentral utama lainnya yang secara bertahap akan memulai mengetatkan kebijakan moneter bisa menginspirasi tren menurun, bearish. Indikasi yang ada juga menunjukkan bahwa dolar tetap terpengaruh oleh berbagai penggerak fundamental utama, dan akan menarik untuk melihat di mana mata uang tersebut diakhiri bulan ini.
Para pedagang juga telah berjuang untuk menemukan korelasi yang masuk akal antara pasar pendapatan tetap dan pasar mata uang, karena dolar tidak merespons perbedaan imbal hasil obligasi. Namun, ini menjadi bukti bahwa mundurnya ekuitas menjadi indikator positif untuk mata uang AS. dan sebaliknya. Sementara hubungan ini akan cenderung bertahan dalam jangka pendek, karena risk appetite terus mendukung arus keluar dari Dolar AS ke mata uang utama lainnya. (Lukman Hqeem)