Dolar AS Melemah atas Kenaikan klaim pengangguran

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius menyatakan bahwa dolar AS kemungkinan akan melemah tajam, setidaknya terhadap mata uang utama dunia dan mungkin juga beberapa mata uang negara-negara berkembang. Penurunan ini bisa terjadi meski the Fed telah punya rencana menaikkan suku bunga di tahun ini.

Memang, kenaikan suku bunga secara teori dapat meningkatkan nilai mata uang karena dapat mendorong investor berduyun-duyun ke negara tersebut dengan antisipasi aset atau surat hutang dengan yield atau imbal hasil yang lebih tinggi. Namun Hatzius percaya bahwa saat ini kondisi kemajuan ekonomi global sangat berkaitan satu dengan yang lain, di mana bank sentral yang lain juga ingin mendorong suku bunga acuannya lebih tinggi, sehingga ini mengurangi daya tarik ke AS.

Hal tersebut senada dengan pendapat Jane Foley, kepala strategj forex di Rabobank, menyatakan bahwa dolar AS kemungkinan sulit untuk menguat tajam di tahun ini meskipun ada kenaikan suku bunga the Fed, ini juga disebabkan beberapa negara lain mempunyai kinerja ekonomi yang menguat seperti contohnya zona euro dan Inggris dengan tanda bahwa ECB dan BoE mengurangi stimulus mereka di akhir tahun kemarin.

Lingkungan seperti ini biasanya sulit untuk melihat penguatan Dolar AS yang besar sehingga umumnya kenaikannya juga bersifat lembut. Seperti kita ketahui, kinerja dolar AS di tahun lalu mengalami penurunan sekitar 10%, khususnya kepada euro, di mana the Fed juga menaikkan suku bunganya sebanyak 3 kali dan ada pemotongan pajak.

Pelemahan Dolar AS disisi lain, bisa menjadi tujuan kebijakan ekonomi politik Presiden Donald Trump. Ada semacam keraguan yang menimpa Trump sehingga investor internasional merasa malu dengan kondisi di AS termasuk keraguan investor melihat ketahanan ekonomi yang sedang berlangsung saat ini, demikian ungkap Bill Blain, ahli strategi pasar modal dari Mint Partners.

Status safe haven dolar AS akan segera hilang dalam jangka pendek, di tengah semua ketidakpastian tersebut, apalagi AS tidak memiliki surplus keuangan atau anggaran yang memadai sehingga tempat yang aman di AS makin dipertanyakan, imbuh Foley. Namun sebaliknya, zona euro mempunyai kemampuan yang lebih bagus dan lebih besar dalam hal surplus anggaran tersebut sehingga euro baru-baru ini menjadi tempat pengaman sementara bagi investor.

Faktanya, banyak bank sentral dari G10 lainnya dapat segera meninggalkan kebijakan moneter yang sangat akomodatif atau longgar atau suku bunga rendah, sehingga hal ini juga mengurangi dampak atau pengaruh suku bunga tinggi dari the Fed, pungkas Foley. (Lukman Hqeem)