ESANDAR, Jakarta – Paska mencetak kenaikan tertingginya dihari Selasa (09/01/2018), pada perdagangan hari Rabu ketiga bursa saham AS berbalik menurun. Sejumlah investor melakukan aksi ambil untung.
Indek S&P 500 turun 3.06 poin atau 0.1%, ke 2,748.23, setelah sampai ke posisi tertinggi sejak 1964. Indek Nasdaq terkoreksi 10.01 poin atau 0.1%, ke 7,153.57 sementara Indek Dow Jones anjlok 16.67 poin ke 25,369.13.
Dari Asia dikabarkan bawa perdagangan di bursa Nikkei Jepang berakhir turun pula, sebesar 0.3%. Sementar indek Europe Stoxx 600 juga turun dari posisi tertingginya sejak Agustus 2015.
Para investor menaruh perhatiannya ke pergerakan Obligasi AS setelah naik 4 basis poin ke posisi tertinggi sekitar 2.59% setelah kabar dari Bloomberg News bahwa Cina mempertimbangkan untuk menghentikan belanja surat hutang pemerintah AS.
Kenaikan suku bunga imbal Obligasi merupakan pedang bermata ganda bagi pasar saham. Dimana saat imbal hasil obligasi naik tapi kecil atau rendah, ini menjadi sinyal bahwa para investor menjadi lebih percaya diri dengan prospek perekonomian.
Oleh sebab itu, mereka akan melepas murah lindung nilai obligasi. Kemudian mereka dengan percaya diri akan lebih berani memilih asset-aset yang lebih beresiko sebagai tujuan investasi, dalam hal ini adalah saham. Sehingga pasar saham akan bergerak naik.
Sebaliknya, jika imbal hasil Obligasi naik terlalu cepat atau terlalu tinggi, ini juga akan membebani pasar saham. Karena Obligasi menjadi lebih menarik bagi investor sebagai asset investasi daripada saham itu sendiri.
Sementara itu, dari Kanada dilaporkan naiknya tuntutan agar Trump berani mengumumkan secara resmi keluar dari NAFTA selekasnya dibulan ini, mengurangi usaha pasar untuk menguat kembali, bahkan Dow Jones berbalik arah dari upayanya menuju area positif.
Melemahnya pasar saham ini tidak terburu-buru diartikan sebagai awal dari koreksi yang menakutkan pelaku pasar. Koreksi saat ini lebih berarti sebagai dampak sesaat dari kenaikan suku bunga Obligasi. Bahkan dengan mempertimbangkan kenaikan yang sudah terjadi, tentu sangat beralasan pasar akan terhenti sejenak kenaikannya. Meski awalnya tidak terpikirkan bahwa isu imbal obligasi ini yang akan menjadi pemicunya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam kasus ini adalah langkah Cina untuk menarik kembali pembelian Obligasi AS telah menimbulkan banyak pertanyaan. Jika langkah ini hanya sebagi bagian dari pemilahan investasi, ini bukan menjadi masalah besar.
Sayangnya, jika ini merupakan langkah Cina dalam menempatkan ini isu kebijakan yang memanas, akan menjadi permasalahan. Terlebih jika ini dikaitkan dengan masalah hubungan dagang antar kedua Negara, akan menyeret sejumlah masalah yang lebih fundamental.
Dibawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, prospek perdagangan proteksinis sangat potensial berlaku. Tak heran, masalah perdagangan ini menjadi isu besar dalam mengantisipasi pergerakan pasar ditahun 2018 ini. Sikap protektif yang akan berlaku, akan menimbulkan guncangan bagi perekonomian global. Pada akhirnya, akan memberikan tantangan bagi pertumbuhan ekonomi dimasa depan.
Diluar masalah perdagangan itu sendiri, pasar saham masih memiliki keyakinan akan kenaikannya. Perekonomian AS yang memiliki masa depan yang solid, memberikan harapan yang lebih baik bagi potensi pendapatan emiten. Pasar mungkin tidak akan terus naik lurus, namun demikian, tren tahun ini masih naik dan akan bertahan lama.
Bukan tanpa alasan keyakinan itu, karena melihat data ekonomi terkini, menunjukkan kondisi yang terus membaik. Indikator ekonomi terkini yang diterbitkan oleh pemerintah AS menunjukkan biaya impor barang ke AS meningkat tajam dibulan Desember dan naik 3% secara tahunan, ini merupakan kenaikan bea impor terbesar dalam enam tahun terakhir.
Sementara itu, pada perdagangan komoditi, harga minyak mentah mengalami kenaikan. Didorong dengan kabar dari Energy Information Administration Amerika Serikat bahwa suplai minyak mentah turun 4.9 juta barel selama sepekan hingga 5 Januari kemarin. Ini merupakan penurunan diluar harapan. Sementara pada perdagangan emas, harga emas berjangka mengalami kenaikan setelah Dolar AS melemah. Indek Dolar turun 0,01% dimana satu Dolar AS dibeli ¥111.41, turun dari sebelumnya di ¥112.65. (Lukman Hqeem)