Dolar melemah dan bursa saham global menguat pada penutupan perdagangan hari Jumat (10/11/2023) karena Wall Street juga menguat di tengah keraguan bahwa suku bunga akan naik bahkan setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell memperingatkan bahwa kebijakan moneter yang lebih ketat mungkin diperlukan untuk mengendalikan inflasi.
Sehari sebelumnya, Powell menyatakan bahwa perjuangan untuk memulihkan stabilitas harga “masih panjang”. Pernyataan ini pada awalnya mengguncang pasar dan memberikan tekanan negative, namun setelah data pasar tenaga kerja AS yang lebih lemah seperti yang terlihat dalam laporan pengangguran minggu lalu dan spekulasi bahwa indeks harga konsumen (CPI) pada minggu depan akan menunjukkan inflasi yang lebih lambat, membuat para pialang berani kembali untuk melakukan aksi beli.
Pasar mengabaikan apa yang disampaikan oleh Powell, karena terdengar terlalu hawkish. Hal ini justru membuat masyarakat tidak benar-benar yakin bahwa The Fed akan cukup berani menaikkan suku bunga di masa depan. Banyak investor yang menerima anggapan bahwa suku bunga AS telah mencapai puncaknya setelah The Fed mempertahankan suku bunga pinjaman semalam tetap stabil pada minggu lalu, sebuah langkah yang memperkuat spekulasi bahwa siklus pengetatan telah berakhir dan mendorong reli aset-aset berisiko hingga Kamis.
Diyakini bahwa dengan penurunan harga bensin, data CPI yang akan datang bisa memberikan kejutan ke sisi negatifnya. Bahkan bisa jadi akan ada beberapa kejutan pada penurunan sejumlah komponen inti seperti biaya sewa, tarif pesawat, mobil baru, dan lain-lain. Jika kita mendapatkan CPI yang rendah pada penyampaian data di minggu depan, imbal hasil Obligasi AS bisa turun kembali dan Dolar AS mungkin akan mengalami pelemahan dolar juga.
Angka CPI Inti bulan ke bulan diperkirakan meningkat 0,3% di bulan Oktober, dengan kenaikan tahun ke tahun sebesar 4,1%, menurut jajak pendapat Reuters. Perkiraan tingkat kenaikan keduanya sama dengan bulan September.
Namun indek sentimen konsumen AS telah turun untuk bulan keempat berturut-turut di bulan November dan ekspektasi rumah tangga terhadap inflasi kembali meningkat, dimana perkiraan tekanan harga jangka menengah berada pada titik tertinggi dalam lebih dari belasan tahun, menurut data awal indek sentimen konsumen dari University of Michigan yang telah dirilis pada hari Jumat.
Indek saham global MSCI ditutup naik 0,76%, sementara indek utama di Wall Street melonjak 1% atau lebih. Dow Jones naik 1,15%, S&P 500 naik 1,56% dan Nasdaq bertambah 2,05%, ini adalah lonjakan secara persentase yang terbesar sejak Mei silam. Dalam sepekan, Dow Jones telah naik 0,7%, S&P 500 telah naik 1,3% dan Nasdaq menguat 2,4%.
Bunga Obligasi AS naik tajam dalam perdagangan di hari Kamis setelah lemahnya lelang obligasi tenor 30 tahun. Hasil tambahan yang dibutuhkan agar surat berharga tersebut terjual adalah yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir, begitu pula jumlah yang terpaksa diserap oleh dealer. Pasar terus berjuang untuk menentukan premi atau tingkat kliring yang tepat guna mendanai sejumlah besar penerbitan utang pemerintah.
Investor khawatir terhadap prospek suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dan volatilitas harga yang mungkin terjadi. Ini mencerminkan perbedaan pandangan antara investor obligasi dan ekuitas mengenai suku bunga. Bunga obligasi tenor dua tahun, yang mencerminkan ekspektasi suku bunga, naik 3,2 basis poin menjadi 5,054%, sedangkan Obligasi tenor 10 tahun yang menjadi acuan, turun 0,6 basis poin menjadi 4,624%.
Kontrak berjangka menunjukkan sekitar 35% kemungkinan The Fed akan memangkas suku bunga pinjaman semalam sebesar 25 basis poin pada bulan Mei mendatang, menurut alat FedWatch CME, namun pasar memperkirakan suku bunga tersebut akan tetap di atas 5% hingga bulan Juni.
Bursa saham di Asia ditutup turun karena kekhawatiran terhadap Cina muncul kembali setelah data pada hari Kamis menunjukkan bahwa indek harga konsumen mereka turun lagi. Data tersebut terus memberikan tekanan pada Beijing untuk melanjutkan pelonggaran bertahap dalam kebijakan moneter dan fiskal.
Di pasar mata uang, indeks dolar turun 0,11% menjadi 105,79, dan euro menguat 0,16% menjadi $1,0683. Yen Jepang masih melemah karena para pedagang tetap mewaspadai kemungkinan intervensi untuk menopang mata uang yang sedang kesulitan. Yen melemah 0,12% pada 151,51 per dolar. Dolar AS sendiri menyentuh level tertinggi satu minggu terhadap dolar Australia dan Selandia Baru.
Pada perdagangan komoditi, harga minyak mentah naik hampir 2% karena beberapa spekulan terus mengambil keuntungan dari posisi short, namun tetap berada pada jalur kerugian minggu ketiga karena tanda-tanda melambatnya permintaan. Minyak mentah AS naik $1,43 menjadi $77,17 per barel, sementara Brent ditutup naik $1,42 pada $81,43 per barel. Harga emas turun lebih dari 1%, karena berkurangnya permintaan safe-haven, berakhir turun 1,6% pada $1,937.70 per troy ons.