Jepang

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Bursa saham Jepang turun kembali, perpanjang penurunan dalam empat hari berturut-turut pada hari Selasa (09/10). Koreksi dipicu oleh penguatan yen dan kekhawatiran atas kebijakan China melonggarkan giro wajib minimum.

Indeks Nikkei 225 turun 1,32% atau 314,33 poin dan ditutup pada 23.469,39 sementara indeks Topix turun 1,76% atau 31,53 poin di 1.761,12. Tiga hari terakhir pada pekan lalu , Bursa Tokyo terus mengalami penurunan karena banyaknya aksi ambil untung setelah naik ke level tertinggi 27 tahun awal pekan lalu.


Sementara itu, Jepang menghadapi peningkatan risiko karena adanya ketegangan perdagangan global dan ketidakpastian atas dampak kenaikan pajak penjualan yang direncanakan pemerintah negara itu, demikian peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) pada awal bulan lalu.


Direktur Pelaksana IMF, Chrsitine Lagarde mengatakan peningkatan gejolak pada proyeksi konsumsi rumah tangga terjadi karena kenaikan pajak yang direncanakan tahun depan dapat mengurangi momentum pertumbuhan. Di saat yang sama, melemahnya permintaan global dan ketidakpastian atas ketegangan perdagangan dapat memicu lonjakan yen, memukul pasar saham, dan menghidupkan kembali risiko deflasi, kata IMF, dilansir dari Reuters.


Kebijakan moneter yang akomodatif harus dipertahankan di Jepang, kata IMF, setelah konsultasi tahunan “Pasal 4” tentang kebijakan ekonomi dengan para pembuat kebijakan Jepang. Lebih jauh dikatakan bahwa Bank of Japan (BOJ) harus mempertahankan target suku bunga jangka panjang sambil memperkuat kredibilitas kebijakan sehingga mampu mencegah spekulasi yang berulang dari normalisasi yang lebih awal dari yang diperkirakan, tambahnya.


Pada saat yang sama, IMF memperingatkan bahwa kelanjutan akomodasi moneter dapat mendorong lembaga keuangan terlibat dalam pengambilan risiko yang berlebihan, dan suku bunga rendah memperburuk tantangan yang sedang berlangsung untuk sistem keuangan Jepang. “Kesinambungan masalah fiskal dan tekanan pasar obligasi yang terkait dapat memiliki efek umpan balik yang merugikan pada sistem keuangan dan ekonomi riil,” tambahnya.


Christine Lagarde menyambut inisiatif BOJ pada bulan Juli untuk membuat kebijakan moneternya berkelanjutan dengan memungkinkan lebih banyak fleksibilitas dalam yield jangka panjang dan mengadopsi panduan ke depan mengenai suku bunga.


Sementara mengenai waktu kenaikan pajak penjualan yang direncanakan, Lagarde meminta Tokyo untuk melanjutkan dengan peningkatan hingga 10%, seperti yang direncanakan pada Oktober 2019, dan terus menaikkan sampai 15% secara bertahap dalam jangka menengah hingga jangka panjang untuk menopang keuangan publik Jepang.


“Tidak pernah ada periode yang tanpa risiko. Selalu ada risiko. Jelas, ekonomi Jepang berada pada titik di mana pertumbuhan telah kuat. Kami jelas telah memperkirakan pertumbuhan di atas potensi. Kami berada di titik yang mungkin paling cocok untuk apa yang sangat dibutuhkan,” katanya.

“Kami telah secara konsisten mengatakan bahwa pajak konsumsi diperlukan untuk meningkatkan pendapatan Jepang untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam rangka menangani perawatan kesehatan dan membiayai pendidikannya dan untuk mengalokasikan sebagian dari hasil untuk mengurangi beban utang.”


Lagarde menyerukan “langkah-langkah mitigasi” untuk meredam risiko yang diperkirakan akan timbul dari kenaikan pajak penjualan, karena pada tahun 2014 pajak yang telah naik ke 8% dari 5% memicu pelemahan ekonomi. (Lukman Hqeem)