Kemenangan Theresa May di Kabinet dalam usulan perjanjian Brexit

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Perdana Menteri Inggris Theresa May meraih kemenangan dengan susah pada hari Rabu (14/11) ketika kabinetnya menyetujui rancangan perjanjian rencana untuk keluar dari Uni Eropa, BREXIT. Meski demikian, pertempuran yang lebih besar telah menghadang dengan potensi lebih banyak volatilitas di pasar.


Setelah pertemuan selama lima jam, mayoritas anggota kabinet May akhirnya menandatangani rencana BREXIT yang kontroversial. Meski sejumlah laporan mengatakan suara dalam kabinet itu terbagi, dimana beberapa menteri menentang isi perjanjian itu.


Bursa saham Inggris berakhir lebih rendah menjelang pernyataan bulan May dibacakan. Sementara Poundsterling, dalam perdagangan GBPUSD berlangsung berombak selama beberapa hari sebelum akhirnya bangkit naik oleh raihan keputusan kabinet ini. GBPUSD naik ke $ 1,3032, atau naik 0,4%.


Penurunan yang terjadi di bursa saham Inggris, merembet ke Amerika Serikat, dimana bursa saham berakhir negatif. Indek S & P 500 turun 0,8% dan Indek Dow Jones membukukan kerugian lebih banyak dari 200 poin, atau 0,8%, diseret ke merah oleh kerugian saham-saham emiten produsen komponen Apple Inc.

Inggris sedianya akan meninggalkan Uni Eropa pada bulan Maret 2019. Kegagalan untuk mengamankan kesepakatan tersebut akan menghasilkan perjanjian Brexit yang lebih keras. Itu berarti tidak ada kesepakatan untuk mengatur hubungan Inggris dengan blok tersebut.

Rencana tentatif yang telah disepakati oleh kabinet adalah mengakhiri pergerakan bebas tenaga kerja. Ini sejalan dengan tujuan utama para pendukung Brexit. Mereka juga menginginkan Inggris tetap dalam persatuan bea cukai dengan Uni Eropa, setidaknya hingga London dan Brussels mencapai perjanjian perdagangan baru. Pengaturan seperti itu akan menghilangkan kebutuhan akan perbatasan fisik yang keras antara Republik Irlandia dan Irlandia Utara.


Beberapa kritikus, termasuk pembuat undang-undang Brexit dari kelompok garis keras dalam Partai Konservatif sendiri pada bulan Mei, menuduh bahwa kesepakatan tersebut gagal memaknai Brexit secara memadai. Partai Konservatif tidak memiliki suara mayoritas di House of Commons.

Hal ini membuat Pemerintah May bergantung pada dukungan Partai Unionis Demokratik Irlandia Utara. Sayangnya, mereka menggambarkan teks perjanjian Brexit sebagai “kesepakatan yang buruk,” demikian menurut BBC.


Sementara itu, anggota garis keras pro-Brexit Konservatif di parlemen menyerang kesepakatan itu. Salah satu pembuat undang-undang pro-Brexit terkemuka, Jacob Rees-Mogg, menyebut rancangan itu sebagai “kesepakatan sampah.”


Kesepakatan tersebut akan menjadi sebuah tantangan bagi kepemimpinan Theresa May. Terlebih, kesepakatan ini masih harus disetujui oleh 27 negara anggota UE yang tersisa. Pertemuan puncak darurat para pemimpin Uni Eropa diperkirakan akan dilakukan akhir bulan ini.


Potensi pertentangan baik dari dalam negeri dan luar negeri atas usulan perjanjian tersebut, akan berdampak pada pasar uang yang lebih volatile dalam beberapa minggu mendatang. Skenario kesepakatan tanpa kesepakatan masih menjadi resiko pasar yang paling paripurna. (Lukman Hqeem)