ESANDAR, Jakarta – Data ekonomi Jepang terkini menunjukkan bahwa tingkat belanja masyarakat Jepang naik namun kurang dari yang diharapkan. Disinyalir bahwa penurunan tingkat upah dalam laju tercepat selama kurun waktu tiga tahun ini, menjadi sebab enggannya masyarakat berbelanja. Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran terhadap sektor konsumen setelah mereka juga dihimpit dengan ketidak pastian ekonomi global.
Indikator yang dirilis pada Jumat (05/04) menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga Jepang hanya tumbuh 1,7% secara tahun ke tahun, lebih rendah dari harapan awal yang diperkirakan bisa tumbuh hingga 2,1%. Bulan Januari bahkan telah mencapai angka 2% pertumbuhan tingkat belanjanya. Pertumbuhan konsumsi didorong oleh pengeluaran untuk mobil dan biaya telepon seluler.
Secara terpisah, data upah menunjukkan pendapatan rumah tangga mungkin tidak cukup kuat untuk mendukung konsumsi pada saat ekspor dan output melemah karena perang perdagangan AS-Sino.
Dengan data tersebut, pemerintah dalam tekanan untuk menunda kenaikan pajak penjualan yang direncanakan dan beralih ke Bank of Japan (BOJ) untuk membantu dalam mendukung ekonomi. Dengan adanya kekurangan tenaga kerja belum bisa mendorong kenaikan upah, sementara kenaikan upah akan mendorong inflasi naik.
Pengeluaran rumah tangga yang naik kurang dari yang diharapkan pada bulan Februari ini kemungkinan akan dibahas oleh para pembuat kebijakan yang mengkhawatirkan bahwa risiko terhadap sektor ekspor dari sengketa perdagangan yang sedang berlangsung dapat menghambat perusahaan untuk menaikkan upah, yang pada gilirannya akan mengurangi konsumsi. (Lukman Hqeem)