Pertumbuhan ekonomi China diakui terganggu oleh Perang Dagang dengan AS.

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi China melambat ke laju paling lambat dalam hampir tiga dekade tahun lalu, karena pertarungan perdagangan dengan AS memperparah kelemahan dalam ekonomi terbesar kedua di dunia itu.


Tingkat pertumbuhan 6,6% untuk 2018 yang dilaporkan pada Senin (21/01) berada di laju tahunan paling lambat yang telah dicatat Cina sejak 1990. Penurunan ekonomi, yang lebih tajam dari yang diperkirakan Beijing, semakin dalam di bulan-bulan terakhir 2018, sementara pertumbuhan kuartal keempat hanya naik 6,4% dari tahun sebelumnya.


Menambah kesuraman ini adalah perkembangan konflik perdagangan Beijing dengan Washington. Prospek yang tidak pasti bagi para eksportir Tiongkok menyebabkan perusahaan-perusahaan menunda investasi dan perekrutan dan dalam beberapa kasus bahkan terpaksa melakukan PHK, sebuah praktik yang sering tidak dianjurkan oleh para penguasa Partai Komunis China yang terobsesi dengan stabilitas. Tak ayal, tingkat pengangguran resmi berdetak naik 4,9% bulan Desember dari 4,8% di bulan November.


Sebagaimana dilaporkan bahwa di pusat teknologi dan ekspor-selatan manufaktur Shenzhen, banyak produsen elektronik, tekstil, dan suku cadang kendaraan pribadi memutukan pekerja. Ini tentu bukan sesuatu yang baik mengingat dua bulan lagi akan masuk musim liburan Tahun Baru Imlek pada bulan Februari. Sementara di kota tetangga, Guangzhou, melihat penurunan pertumbuhan menjadi 6,5% tahun lalu – jauh di bawah target tahunan 7,5% yang ditetapkan oleh pemerintah kota – karena ketegangan perdagangan memukul sektor manufaktur kota itu dengan keras.


Beberapa ekonom dan investor mengatakan ekonomi Tiongkok jauh lebih lemah daripada angka yang dirilis oleh pemerintah sebesar 6,6% untuk 2018. Langkah pemerintah pada hari Jumat, tepat sebelum rilis data hari Senin tersebut adalah upaya mengantisipasi penurunan tingkat pertumbuhan menjadi 6,8% dari 6,9% pada 2017. (Lukman Hqeem)