Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Pertumbuhan Amerika Serikat tahun ini diperkirakan bisa tembus 3%. Sayangnya ditahun selanjutnya, diperkirakan akan melambat. Demikian risalah yang diterbitkan oleh JP. Morgan.

JPMorgan melalui ahli strateginya David Kelly melihat bahwa laju pertumbuhan PDB Amerika Serikat bisa mencapai 3% pada tahun ini namun setelahnya akan melamban. Dalam wawancaranya dengan televisi AS semalam, Kelly juga berseloroh bahwa laju pertumbuhan ekonomi dengan angka 3% di tahun ini merupakan sebuah keajaiban tersendiri.

Menurut Kelly,  kunci keberhasilan mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi AS adalah produktivitas negara. Dengan tingkat pengangguran AS saat ini yang masih bisa turun ke tingkat terendah sejak 1969, antara 3% – 4% pada akhir tahun nanti maka pertumbuhan ini berpeluang tercipta. Sekali lagi dengan catatan tingkat pengangguran benar-benar rendah.

Sayangnya, upaya ini bisa membahayakan kinerja ekonomi di tahun-tahun selanjutnya ketika AS. Seperti disampaikan pada bulan lalu bahwa laju pertumbuhan ekonomi AS di kuartal ketiganya menurut Departemen Perdagangan AS bisa mencapai angka 3,2%. Ini sebuah angka tertinggi sejak 2 tahun terakhir.

Kelly juga menambahkan bahwa masuk akal untuk mengharapkan pasar ekuitas atau pasar saham AS mengalami koreksi alias penurunan setelah di 2017 lalu terus mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Diperkirakan oleh Kelly bahwa bursa Dow, S&P dan Nasdaq akan mengalami koreksi rata-rata sebesar 14% di tahun ini.

Menurutnya pasar di AS akan lebih menarik di tahun ini setelah dolar dan pasar obligasi AS kurang diminati investor pada tahun lalu meskipun suku bunga the Fed naik 3 kali dalam setahun ini, rencananya.

Sementara itu, Kelly lebih melihat situasi politik AS akan lebih mendominasi tahun ini dimana kiprah Presiden Trump akan membuat nilai mata uangnya untuk melemah. Kondisi ini menurut Kelly akan lebih menarik lagi bahwa kebiasaan investor terhadap kenaikan suku bunga the Fed tidak akan selalu diikuti dengan perbaikan nilai dolar AS itu sendiri, sehingga efek kebijakan the Fed yang dapat mudah dibaca arahnya akan dikalahkan oleh kebijakan Trump yang selalu mengagetkan pasar dunia.

Sayangnya, sejauh ini Kelly tidak melihat bahwa sisi ekuitas produk AS tidak akan runtuh lebih dalam karena secara fundamental ekonomi, kinerja ekonomi AS masih lebih kokoh daripada negara-negara lain di Eropa, sehingga pasar AS masih akan lebih menarik tentunya untuk merebut simpati dari investor Asia dan investor dunia lainnya. (Lukman Hqeem)