ESANDAR, Jakarta – Sudah lama Bank of Japan (BoJ) menerapkan kebijakan suku bunga negative. Hal ini dilakukan semata-mata untuk mengejar inflasi dengan merangsang pertumbuhan ekonominya. Selain suku bunga negative, bank sentral juga melakukan pembelian ETF (Exchange Trade Funds).
Sayangnya, meski pertumbuhan telah bergerak naik, namun tidak dengan inflasi. Dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ketat, laju inflasi masih dibawah target bank sentral sebesar 2%. Gubernur bank of Japan, Haruhiko Kuroda mengatakan dengan jelas pada pekan lalu bahwa selama target inflasi 2% belum tercapai, BoJ tidak ingin menaikkan suku bunga.
Dalam risalah pertemuan dewan gubernur bank sentral Jepang yang dipublikasikan ke public, beberapa anggota meminta diadakan sebuah diskusi tentang kemungkinan menaikkan suku bunga atau menurunkan pembelian ETF. Ini merupakan respon terhadap prospek perekonomian Jepang yang terus membaik, seperti dilansir oleh Reuters.
Pertumbuhan ekonomi Jepang tahun ini diperkirakan melampaui ekspektasi. Disisi lain, bursa saham Jepang juga menguat karena meningkatnya pendapatan perusahaan. Ini menyebabkan sebagian pelaku pasar kembali meminta BoJ untuk mengurangi kebijakan moneternya yang longgar dan agresif.
Anggota dewan gubernur bank sentral juga menilai bahwa BoJ harus meneliti dampak kebijakan suku bunga negative tersebut. Perbankan Jepang sejauh ini adalah yang paling merana dengan kebijakan ini. Jika prospek harga dan ekonomi diperkirakan akan membaik, BoJ perlu mempertimbangkan apakah penyesuaian tingkat suku bunga akan diperlukan, demikian menurut seorang anggota. Termasuk kemungkinan efek samping dari pembelian ETF dari setiap sudut dengan adanya kenaikan harga saham dan pendapatan.
Hiroshi Miyazaki, ekonom senior Mitsubishi UFJ Morgan Stanley Securities, mengatakan bahwa belanja konsumen Jepang berjalan dengan baik, didukung oleh kenaikan bursa saham. Fokus kebijakan BoJ adalah pada tingkat suku bunga, jadi menurutnya wajar saja jika para pelaku pasar mempertanyakan pembelian aset yang berisiko yang dilakukan oleh bank tersebut.
Ringkasan pendapat anggota dewan tersebut tidak mengidentifikasi pembicara secara individual dan tidak jelas apakah mayoritas dewan yang terdiri dari sembilan orang pejabat tinggi BoJ memiliki pandangan yang sama.
Komentar dewan BoJ tersebut dipublikasikan dengan latar belakang pertumbuhan ekonomi yang solid dan hasil produksi industri yang kuat. Produksi industri Jepang naik lebih dari yang diperkirakan sebesar 0,6 persen pada bulan November dan penjualan ritel naik 2,2 persen di bulan November dari tahun sebelumnya, lebih tinggi daripada perkiraan median untuk kenaikan 1,2 persen, demikian menurut data resmi pemerintah Jepang pada hari Kamis. (Lukman Hqeem)