ESANDAR, Jakarta – Seperti yang diperkirakan sebelumnya, terbatasnya pasokan minyak dunia membuat harga minyak mentah naik. Baik jenis WTI ataupun Brent, sama-sama naik diakhir pekan kemarin.
Adalah Menteri Perminyakan Arab Saudi, Khalid al-Falih yang menyatakan bahwa pertumbuhan antara pasokan minyak dunia akan segera diimbangi dengan naiknya permintaannya karena pertumbuhan ekonomi global yang juga sedang melaju, sehingga dalam tahun ini keseimbangan pasar minyak dunia akan segera tercapai dan bahkan bisa mengalami defisit di akhir tahun.
Rasa optimis al-Falih dinyatakannya dengan harapan bahwa OPEC dan Rusia tetap berpegang teguh untuk menjaga komitmen pembatasan produksi minyaknya 1,8 juta bph hingga akhir tahun, sehingga dirinya tidak terlalu risau dengan melonjaknya produksi minyak serpih AS yang sudah melampaui produksi minyak negaranya dan sudah akan menjadi eksportir minyak tetap yang besar menyaingi pasokan Rusia dan OPEC.
Hal ini membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak April di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk ditutup menguat $0,78 atau 1,24% di level $63,55 per barel. Sedangkan minyak Brent kontrak April di pasar ICE Futures London ditutup menguat $0,92 atau 1,39% di harga $67,31 per barel. Untuk perdagangan mingguan, minyak WTI naik 3,3% dan minyak Brent naik 3,8%.
Penguatan harga minyak di pekan lalu menandakan bahwa kenaikan 2 pekan berturut-turut tersebut telah membuat kepercayaan investor bahwa pasokan minyak dunia sudah semakin menipis apalagi kilang minyak El Feel di Libya dengan kapasitas pasokan 70 ribu bph sedang di tutup untuk sementara.
Membaiknya harga minyak tidak terganggu dengan laporan Baker Hughes bahwa jumlah rig AS bertambah 1 yang aktif sehingga total menjadi 799 rig yang aktif, jumlah tertinggi sejak 2 April 2015. Namun penambahan hanya 1 tersebut menandakan bahwa produksi minyak AS kenaikannya tidak akan signifikan karena jarak harga antara WTI dan Brent atau biasa dikenal dengan sebutan disparitas harga WTI dan Brent makin menipis, sekitar $4 per barel, turun dari $7 per barel ke atas pada akhir tahun 2017 lalu. Seperti kita ketahui bahwa kondisi disparitas harga yang melebar biasanya akan membawa dampak produksi minyak serpih AS akan meningkat tajam. Biasanya disparitas di atas angka $5 per barel membuat produksi minyak AS akan meningkat tajam.
Persediaan minyak mentah pemerintah AS di pekan lalu mengalami penurunan sebesar 1,616 juta barel, jauh di bawah ekspektasi pasar yang naik 2,355 juta barel. EIA juga menyatakan bahwa produksi minyak AS masih di sekitar 10,27 juta bph dan diperkirakan hingga akhir tahun ini produksi minyak AS akan di atas 11 juta bph.
Impor minyak AS juga turun dari 5 juta bph menjadi 1,6 juta bph, level terendah sejak EIA mencatat di 2001. Sedangkan ekspor minyak AS melonjak tajam lebih dari 2 juta bph, atau sedikit di bawah rekor tertinggi ekspor minyak AS pada Oktober tahun lalu yang mencapai 2,1 juta bph.
Secara umum, pasar minyak tetap di dukung dengan baik karena adanya pembatasan pasokan minyak OPEC. Sekjen OPEC Mohammed Barkindo menyatakan bahwa rata-rata tingkat kepatuhan terhadap komitmen pembatasan pasokan minyak tahun lalu mencapai 107%. Sedangkan awal tahun ini, tingkat kepatuhan sudah naik menjadi 133%. Barkindo menyatakan bahwa permintaan minyak global di 2018 bisa tumbuh 1,6 juta bph.(Lukman Hqeem)