ESANDAR, Jakarta – Dibawah bayang-bayang penurunan tingkat konsumsi global, harga minyak terus menurun oleh sentiment Perang dagang pula.
Harga minyak turun tajam karena Arab Saudi dengan Kanada sedang bersitegang sehingga dikhawatirkan pasokan minyak dunia akan terganggu. Kemudian muncul sanksi atas Iran oleh AS dimana negara tersebut dilarang untuk melakukan ekspor minyaknya. AS sendiri tengah melancarkan perang tariff dengan Cina dan yang terbaru dengan Turki. Kombinasi ini semakin membatasi gerak harga minyak dunia untuk naik lagi.
Cina menyatakan bahwa impor minyak mereka naik dari 8,1 juta bph di Juni lalu menjadi 8,4 juta bph di Juli. Kenaikan ini terjadi ditengah perang tarif berlangsung. Meski demikian, IEA menilai bahwa ekspor minyak Iran akan menurunkan pasolan minyak sekitar 2,7 juta bph. Hal ini tentu membuat India, Korea Selatan, Cina, Jepang dan Uni Eropa harus harus segera mencari pengganti pemasok. Negara-negara tersebut juga diancam untuk tidak melakukan transaksi bersama Iran.
Kondisi terkini semakin runyam setelah mata uang Turki merosot tajam. Aksi safe haven yang dilakukan investor adalah memburu Dolar AS dan Yen. Hal ini sontak membuat Dolar lebih kencang menguat dan memukul harga komoditi, tak terkecuali minyak mentah.
Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman bulan September di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex naik $0,04 atau 0,06% di level $67,67 per barel. Sedangkan minyak Brent untuk kontrak bulan Oktober di pasar ICE London turun $0,13 atau 0,18% di harga $72,68 per barel.
AS mulai minggu ini memberlakukan sanksi kepada Iran. Hal ini dilakukan sebagai usaha menekan Iran untuk patuh tidak mengembangkan tehnologi nuklirnya. Iran dilarang melakukan kegiatan perdagangan lalu lintas uang, logam dan setengah produksi energinya dilarang untuk di ekspor. Diperkirakan sekitar 2,4 juta bph pasokan minyak asal Iran akan hilang mulai bulan ini.
Ciutnya pasokan minyak mentah dunia, tidak serta merta membuat harga minyak naik. Banyak pihak berpendapat bahwa sanksi Iran ini akan membawa harga minyak ke level $90 per barel dalam waktu dekat ini. Sayangnya, pasokan minyak dunia saat ini masih tinggi. Hal ini menjadi penyebab harga minyak disikapi negatif oleh pasar. Hal yang sama juga dilakukan oleh Rusia, di mana bulan lalu, produksi mereka lebih besar 150 ribu bph lebih banyak daripada kesepakatan awal dengan OPEC. Rusia membanjiri pasokan sebagai jawaban dari keinginan Presiden Trump agar harga minyak dunia tidak terlalu tinggi dengan cara memperbesar pasokannya.
Disisi lain, Perang dagang yang berlangsung menjadi sebab pula harga susah naik. Perang dagang, dituding menggangu pertumbuhan ekonomi dunia. Jika demikian, tentu akan merusak permintaan minyak. Disaat yang sama, OPEC sendiri sudah berusaha menaikkan pasokan lagi. Sehingga pasokan minyak praktis tidak akan berkurang banyak. (Lukman Hqeem)