ESANDAR, Jakarta – Pada perdagangan Senin (22/01/2018) harga minyak dipasar komoditi bergerak naik. Rencana pembatasan OPEC yang disampaikan oleh Menteri Perminyakan Arab Saudi dianggap efektif memicu aksi beli di pasar. Kendati demikian, rencana pembukaan ladang minyak Libya membatasi kenaikan ini.
Ladang minyak Libya As-Sarah yang memiliki kapasitas produksi minyak mentah sekitar 55 ribu bph, telah kembali beroperasi setelah mengalami masa pemeliharaannya selama beberapa pekan. Hal ini membuat investor merasa bahwa pasokan minyak dunia akan meningkat lagi.
Awalnya harga minyak berhasil menjaga sisi penguatannya setelah Menteri Minyak Arab Saudi Khalid al-Falih menyatakan sejauh ini bahwa OPEC masih belum memikirkan untuk segera mengakhiri komitmen pembatasan produksi minyak 1,8 juta bph yang sedianya akan diakhiri pada Desember 2018 ini. Al-Falih berharap setelah akhir Desember 2018, pihak OPEC sebaiknya terus bekerja sama dengan Rusia dan 11 negara produsen minyak lainnya untuk tetap menjaga pasokan minyak dengan stabil.
Al-Falih juga menyatakan bahwa keseimbangan pasokan minyak masih jauh dari harapan yang diinginkan. Diperkirakan setidaknya keseimbangan pasokan tersebut bisa dilihat setelah 2019. Ini berarti butuh waktu panjang agar komitmen pembatasan produksi minyak tersebut baru dikatakan berhasil.
Harga minyak WTI di bursa NYMEX ditutup menguat $0,12 atau 0,19% di level $63,49 per barel. Sedangkan minyak Brent di ICE Futures London ditutup menguat $0,72 atau 1,05% di harga $69,33 per barel.
Penguatan harga minyak juga didukung oleh melemahnya dolar AS di mana pemerintah AS sedang dirundung kemalangan. Government Shutdown member tekanan pada Dolar AS sehingga harga pembelian minyak terasa lebih murah ketika mata uang AS tersebut melemah.
Sebelumnya harga minyak masih bertahan di level 3 tahun tertingginya setelah Energy Information Administration dalam laporan bulanannya telah menaikkan perkiraan harga minyak WTI untuk tahun ini menjadi $55,33 per barel dan minyak Brent menjadi $59,74. Selain itu beberapa bank besar dunia menaikkan proyeksi harga minyak.
Seperti Bank of America Merryl Lynch menaikkan prediksi harga minyak Brent di tahun ini dari $56 per barel menjadi $64 per barel dan untuk harga minyak WTI naik dari $52 per barel menjadi $60 per barel. Serta diperkirakan juga bahwa pasokan minyak dunia akan mengalami defisit sekitar 430 ribu bph atau lebih besar dari perkiraan sebelumnya yang defisit 100 ribu bph. Sedangkan Morgan Stanley menyatakan bahwa defisit pasokan minyak tahun ini akan mencapai 500 ribu bph atau naik dari perkiraan sebelumnya 200 ribu bph dan rata-rata harga Brent di kuartal ketiga bisa $75 per barel dan minyak WTI bisa ke $70 per barel.
Goldman Sachs sendiri belum menaikkan target harga kepada dua jenis minyak tersebut, namun menyatakan bahwa keuntungan yang di dapat oleh produsen minyak makin membesar karena biaya produksi minyak hanya $50 hingga $55 per barelnya.
International Energy Agency sebelumnya memberikan peringatan dengan menyatakan bahwa produksi minyak OPEC dan Venezuela akan terus menurun, namun produksi minyak di AS bisa melampaui 10 juta bph dan merupakan rekor produksi minyak serpih tertinggi sejak 1970-an. Sedangkan produksi minyak di Kanada dan Brazil juga akan meningkat. (Lukman Hqeem)