Harga Minyak mentah

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Harga minyak mentah berjangka naik kembali sekitar 8% pada perdagangan di hari Rabu. Kenaikan ini sekaligus memecahkan serangkaian tiga penurunan berturut-turut, setelah menutup sesi pra-Natal di level harga terendah sejak Juli 2017.


Kenaikan didorong oleh lonjakan harga saham di bursa saham AS. Indek Dow Jones bahkan mampu naik melejit lebih dari 1.000 poin. Suasana positif ini semakin kondusif dengan komentar pada peningkatan stabilitas pasokan global oleh pejabat energi top Rusia, mendukung naiknya harga minyak mentah.


Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pada hari Selasa bahwa harga minyak akan menjadi lebih stabil pada paruh pertama tahun 2019. Lebih lanjut dikatakan olehnya upaya pengurangan produksi bersama, yang dikonfirmasi oleh negara-negara OPEC dan non-OPEC Desember ini, situasinya akan lebih stabil, lebih seimbang, kata Novak dalam wawancara Natal di Rossiya-24 TV. , menurut Reuters.


Stabiliasi pasokan akan menjadi faktor fundamental, menurut Novak ditengah penurunan permintaan saat musim dingin sekalipun. Tentu saja, ekonomi makro seperti kita telah menyaksikan penurunan aktivitas ekonomi global pada akhir tahun dan penurunan di pasar saham, tambahnya katanya .


Untuk harga minyak mentah West Texas Intermediate yang dikirimkan bulan Februari, naik $ 4,69, atau 8,6%, menjadi $ 46,22 per barel di New York Mercantile Exchange. Itu adalah lompatan harga terbanyak dalam satu sesi sejak 30 November 2016. Harga patokan AS ini pada perdagangan di hari Senin berakhir pada level terendah dan tetap turun sekitar 9,25% sejauh bulan ini.


Sementara harga minyak Brent, yang menjadi patokan harga minyak global, juga berakhir dengan naik naik $ 4, atau 7,9%, pada $ 54,47 per barel untuk kontrak pengiriman bulan Februari.

Perdagangan ini juga mencatatkan pergerakan kenaikan harga dalam satu hari terbesar dan kenaikan secara persentase terbanyak sejak 30 November 2016. Pun demikian, kenaikan tajam ini masih membuat kontrak tetap turun kinerjanya sebesar lebih dari 7% sepanjang bulan Desember hingga saat ini.


Harga minyak Brent diatas 50 dolar per barel, sangat besar sekali dampaknya, baik secara psikologis dan teknis. Sayangnya, baik Brent dan WTI, masih dalam pasar bearish, dimana harga telah terkoreksi setidaknya 20% dari harga tertinggi sebelumnya. Minyak WTI turun sekitar 39% dari puncaknya baru-baru ini pada 3 Oktober, sementara Brent turun sekitar 37%.


Upaya Arab Saudi, sebagai pemimpin de facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, untuk membatasi produksi mulai awal tahun depan sebesar 322.000 barel per hari, yang lebih banyak dari potongan yang sebelumnya diumumkan hanya sebesar 250.000 barel per hari. Pemangkasan produksi ini akan dilakukan selama enam bulan mulai bulan Januari, menurut ke Wall Street Journal.


Sayangnya, upaya ini dianggap belum cukup memadamkan kekhawatiran tentang melimpahnya pasokan minyak mentah hingga akhir 2018 ini. Pertumbuhan berkelanjutan dalam produksi minyak mentah AS, terutama oleh produsen minyak serpih, telah berkontribusi terhadap naiknya kekhawatiran tentang kelebihan pasokan di seluruh dunia.


Sebagian pihak meyakini, jatuhnya harga sebelumnya akan mulai mempengaruhi para pengambil keputusan dalam produksi minyak serpih. Harga yang murah menjadi sentiment negatif buat minyak serpih. Sehingga memungkinkan jadi penghalang produsen serpih dalam meningkatkan produksi mereka pada kuartal pertama tahun 2019.


Dengan sinyal bearish ekonomi global yang menyelimuti pasar minyak, ada juga kemungkinan penurunan produksi lebih lanjut oleh OPEC dan sekutunya tahun depan. Kesepakatan pengurangan produksi baru-baru ini, bisa menjadi indikasi awal yang baik dalam mengurangi pasokan.


Sementara itu, Lembaga Informasi Energi A.S. akan merilis laporan persediaan minyak mingguan pada hari Jumat besok, bukan pada hari Rabu seperti biasanya, karena liburan Natal. (Lukman Hqeem)