ESANDAR, Jakarta – Harga minyak turun tajam pada Kamis (08/02), ditekan oleh tiga hal yaitu kekhawatiran tentang permintaan energi, dolar yang lebih kuat dan laporan bahwa Libya dapat segera meningkatkan produksi. Penurunan minyak kali ini terjadi setelah harga mengalami kenaikan pada perdagangan di hari Rabu.
Aksi jual melanda pasar dengan pijakan hadirnya risiko baru, setelah Komisi Eropa memangkas perkiraan pertumbuhan untuk zona euro dan ekonomi utamanya secara tajam untuk tahun 2019 dan 2020. Ini memicu kekhawatiran global perlambatan pertumbuhan.
Para pialang memilih untuk menjauhi aset yang dianggap berisiko. Hal ini membuat hasil perdagangan saham Eropa dan indeks A.S. berakhir lebih rendah. Indek Dolar AS sendiri naik naik 0,1%, sementara dalam sepekan telah naik 1%. Dolar AS berusaha melakukan kenaikan keenam berturut-turut.
Harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun $ 1,37, atau 2,5%, ke $ 52,64 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Sementara harga minyak mentah Brent, untuk kontrak bulan April turun $ 1,06, atau 1,7%, ke $ 61,63 per barel di ICE Futures Europe.
Sementara itu pada hari Rabu kemarin, seorang jenderal Libya mengambil kendali dari ladang minyak terbesar di negara itu, Sharara. Peristiwa ini meningkatkan kemungkinan bahwa fasilitas ini akan memulai kembali produksi, demikian menurut The Wall Street Journal.
Tambahan pasokan ini dapat membawa lebih banyak minyak ke pasar global dan menekan harga. Fasilitas Sharara, dapat memompa sekitar 315.000 barel minyak mentah sehari, ditutup pada akhir 2018 setelah sekelompok pria bersenjata mengambil kendali lapangan yang menuntut kondisi kehidupan yang lebih baik di wilayah tersebut.
Libya, merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), saat ini dibebaskan dari perjanjian kartel untuk menghentikan produksi karena kerusuhan sipil yang telah mengganggu industri dan ekonomi minyaknya. OPEC dan 10 produsen mitra di luar kartel sepakat akhir tahun lalu untuk menahan produksi minyak mentah sebesar 1,2 juta barel per hari untuk paruh pertama 2019, dalam upaya untuk mengurangi pasokan global yang melimpah dan menyeimbangkan kembali pasar. OPEC, tidak termasuk Iran, Libya dan Venezuela, sepakat untuk menangani 800.000 barel per hari dari pemotongan tersebut.
Pada hari Selasa, The Wall Street Journal melaporkan bahwa para pejabat OPEC mengatakan Arab Saudi dan sekutu-sekutu Teluk Persianya sedang berupaya menciptakan kemitraan formal dengan kelompok 10-negara yang dipimpin oleh Rusia untuk mengelola pasar minyak dunia. Dalam catatan, OPEC + memiliki sejarah efektif dalam memangkas produksinya dan mengangkat harga, meskipun tidak berkelanjutan.
Tahun ini, harga minyak mentah naik sekitar 16%. Krisis politik di Venezuela menjadi sentiment kuat alasan harga naik dalam minggu-minggu terakhir ini. Alan tetapi hal ini tampaknya telah mulai memudar sekarang. Pasalnya, laporan terakhir menyebutkan bahwa pasokan minyak mentah AS naik 1,3 juta barel kurang dari yang diperkirakan, demikian laporan Lembaga Informasi Energi melaporkan Rabu.
Banyak keuntungan dalam pergerakan harga minyak bertepatan dengan penguatan kembali yang sama dengan pasar ekuitas, jika itu berubah dan terlepas bersama dengan faktor-faktor lain, harga minyak mungkin akan jatuh bersamanya. (Lukman Hqeem)