Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Emas di bursa berjangka ditutup lebih rendah pada hari Selasa (06/10/2020, sehari setelah menetap di level tertinggi hanya dalam dua minggu di tengah melemahnya dolar AS. Investor terus mengawasi pergerakan dolar, serta prospek tambahan stimulus dari Washington.

Konsolidasi harga emas berlanjut dimana harga berusaha bertahan dengan faktor pendukung fundamental yang masih ada. Beberapa pendorong harga adalah retracement atau konsolidasi setelah overextension, termasuk masalah suku bunga riil yang mempengaruhi harga emas. Kondisi secara makro masih bullish  dalam jangka menengah hingga panjang, mengingat ketidakpastian ekonomi dan ekspektasi inflasi.

Emas untuk pengiriman Desember turun $ 11,30, atau 0,6%, untuk menetap di $ 1,908.80 per ounce di Comex. Harga telah menempel pada 0,7% pada hari Senin untuk menetap di $ 1.920,10 – tertinggi untuk kontrak paling aktif sejak 18 September, menurut data FactSet. Indek Dolar, turun di hari Senin dan sedikit berubah dalam transaksi Selasa. Dolar yang lebih lemah dipandang sebagai hal positif untuk emas dan komoditas lainnya yang dihargai dalam dolar, membuatnya lebih murah bagi pengguna mata uang lain.

Kenaikan imbal hasil Treasury meskipun pada hari Selasa dipandang sebagai negatif untuk emas. Penurunan hasil telah berkontribusi pada keuntungan logam tahun ini, mengurangi biaya peluang dalam memegang aset yang tidak memberikan keuntungan seperti komoditas. Kemungkinan membutuhkan rebound besar bagi dolar dan penurunan harga obligasi pemerintah, atau kenaikan imbal hasil yang berkelanjutan, untuk memicu aksi jual emas yang tajam, sayangnya skenario yang ada saat ini masih belum menuju kesana.

Agar imbal hasil naik tajam, Fed dan bank sentral utama lainnya harus melepaskan pandangan dovish mereka dan mulai mengencangkan ikat pinggang mereka. Jadi, semua bermuara pada ekonomi. Tapi saat ini, atau di masa mendatang, ekonomi global tidak berada dalam keadaan yang membutuhkan kondisi moneter – dan memang fiskal – yang lebih ketat.

Pada hari Selasa, Jerome Powell menegaskan kembali keyakinannya bahwa ekonomi AS membutuhkan lebih banyak dukungan fiskal, meskipun sejauh ini pemulihan dari pandemi telah kuat. “Pemulihan akan lebih kuat dan bergerak lebih cepat jika kebijakan moneter dan kebijakan fiskal terus berjalan berdampingan untuk memberikan dukungan kepada perekonomian hingga jelas-jelas keluar dari kesulitan,” katanya dalam pidatonya di National Association for Business Economics.