Harga emas bertahan diatas $1200 per troy ons. (Lukman Hqeem)

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Harga emas berakhir turun 0,2% dalam perdagangan di bursa berjangka menjadi $ 1,278.75 per troy ons. Sentimen yang mendorong harga turun adalah naiknya dolar AS sebesar 0,1%, setelah sebelumnya naik 0,8% dalam lima hari terakhir.


Kekhawatiran pasar bersumber dari data ekonomi terkini, ketika China dikabarkan mengalami perlambatan. Tidak tanggung-tanggung, melaju paling lambat dalam 28 tahun terakhir ditahun 2018.


Perlambatan ekonomi Negeri Tirai Bambu ini tak terelakkan sebagai konsekuensi Perang Dagang yang terjadi dengan AS. Tingkat pertumbuhan mereka hanya 6,6% untuk 2018, sebagaimana dirilis pemerintah hari Senin (21/01). Hasil ini menandai penurunan yang lebih tajam dari yang diperkirakan Beijing. Jatuhnya angka pertumbuhan ini, disumbang oleh merosotnya hasil di kuartal keempat sebesar 6,4% sehingga membebani angka keseluruhan.


Harus diakui bahwa konflik perdagangan Beijing dengan Washington memukul prospek eksportir ke Cina. Alhasil, mereka melakukan penundaan investasi dan perekrutan. Dalam angka-angka yang lebih luas, pertumbuhan produksi industri melambat menjadi 6,2% dari 6,6% secara tahun-ke-tahun pada tahun 2018. Ini menandai ekspansi paling lambat sejak 2009.

Dengan indikasi terkini, Cina baru-baru ini mengisyaratkan niatnya untuk memerangi perlambatan dengan menerbitkan sejumlah kebijakan stimulus, termasuk pemotongan pajak secara ekstensif.

Perundingan menyelesaikan konflik perdagangan AS – China mengalami beberapa kemajuan. Sayangnya, terkait isu teknologi kini memperumit masalah. AS terus menuduh China telah melakukan pencurian hak intelektual dan spionase dunia maya.

Harus diakui isu Perang Dagang telah mengikat pelaku pasar, diantara harapan dan ketakutan terkait dengan pertumbuhan dan optimisme perdagangan. Para pialang akan mengawasi secara rinci perkembangan potensial di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. (Lukman Hqeem)