ESANDAR, Jakarta – Pada Perdagangan hari Senin (13/11/2017), harga emas masih dalam tekanan jual. Meskipun berusaha naik, sisi jual emas muncul dengan harapan bahwa data ekonomi AS yang akan rilis di beberapa hari yang akan datang membaik dan memberangus harga emas itu sendiri.
Harga emas bergerak positif, karena secara teknikal pasar mengalami penguatan kembali paska terkoreksi tajam pada perdagangan hari Jumat. Selain itu, pasar terimbas penguatan sejumlam bursa saham. Harga emas ditutup naik pada perdagangan awal minggu ini. Untuk harga emas berjangka, kontrak pengiriman bulan Desember berakhir naik $4.70, atau 0.4%, ke harga $1,278.90 per ons.
Harga emas sejauh ini ingin terus menjauhi level psikologisnya di $1.300 per troy ons. Faktanya, pelemahan harga emas sejauh ini tidak signifikan. Mengkonfirmasi pasar dan investor bahwa harga emas disatu sisi memang tidak boleh untuk naik secara besar, namun juga membaiknya data-data ekonomi AS belakangan ini akan membatasi kenaikan harga emas itu sendiri.
Nuansa safe haven emas yang merebak awal pekan kemarin, berakhir sudah diakhir pekan lalu. Investor terus memperhatikan sejumlah data-data ekonomi AS. Khususnya data pertumbuhan ekonominya yang sangat membantu kenaikan suku bunga the Fed. Disisi lain, laju inflasi AS masih rendah dan menjadi pertimbangan beberapa pejabat the Fed dalam memutuskan kenaikan suku bunga.
Krisis geopolitik di Timur Tengah memanas dengan keluarnya travel warning Arab ke Lebanon yang merupakan salah satu daerah kendali Iran. Peningkatan pajak di kawasan Timur Tengah juga membuat sisi permintaan emas di kawasan tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan sekitar lebih dari 4%. Penambahan pajak di Arab dan Uni Emirat Arab ini juga merupakan usaha bagi negara-negara itu membatasi pengendapan simpanan berupa emas oleh warganya.
Sementara itu, hasil lawatan Presiden Donald Trump ke sejumlah negara Asia dianggap berhasil meredam panasnya Semenanjung Korea. Faktor kunjungan Presiden Trump ke beberapa Asia memang sejauh ini menguatirkan banyak pihak khususnya pihak non-AS, karena kunjungan Trump minggu lalu disinyalir banyak memberikan peluang yang besar bagi pertumbuhan dan perkembangan usaha dan ekonomi AS yang lebih pesat seiring reformasi pajak yang baru ditunda.
Kesempatan ini memang disambut baik bagi investor luar AS karena penambahan bea masuk ke AS masih belum dilakukan dan membuat usaha mereka sedikit ada angin untuk menambah laba usahanya. Memang bukan berita bagus bagi porsi anggaran pemerintah AS karena pendapatannya belum bisa bertambah banyak sehingga belanja pemerintah AS untuk mendukung laju PDB juga terbatas.
Selain itu kondisi reformasi pajak yang tertunda hingga tahun depan, sedikit banyak memberikan efek atau peluang bagi emas untuk bergerak leluasa menguat, namun sungguh dimengerti bahwa the Fed sendiri tidak memasukkan faktor bantuan fiskal ini didalam proyeksi masa depan ekonomi AS sehingga sisi kenaikan suku bunga the Fed pasti tidak akan alami penundaannya sehingga ini juga menjadi penghalang bagi emas untuk menguat lebih jauh.
Adanya pengunduran jadwal penerapan reformasi pajak, menandakan bahwa reformasi fiskal tersebut akan masih belum siap diterima oleh sebagian warga AS sendiri. Dijadwalkan baru tahun depan reformasi pajak baru akan dilaksanakan dengan pemotongan pajak penghasilan dari 35% menjadi 20%. Dipastikan juga defisit anggaran pemerintah Trump akan bertambah sekitar $1,5 trilyun hingga $1,7 trilyun pertahunnya, dan inilah yang membuat senat AS belum siap membahasnya secara detail sehingga menunda pelaksanaannya.
Beberapa pejabat the Fed sendiri menyatakan bahwa peluang kenaikan suku bunga the Fed sejauh ini bisa naik sekitar 4 kali lagi untuk segera di level suku bunga normal diantara 2,5% hingga 3%. Loretta Mester, John Williams dan Patrick Harker juga menyatakan hal yang sama bahwa hingga 2018 nanti, the Fed tidak akan mengamodasikan kebijakan moneter lainnya kecuali kenaikan suku bunga tersebut. (Lukman Hqeem)