ESANDAR, Jakarta – Harga emas ditutup menguat tipis pada perdagangan hari Rabu (18/07), mengakhiri penurunan tiga sesi beruntun seiring langkah dolar yang bergeser kembali ke posisi terendah sepanjang sesi. Hal ini memungkinkan logam kuning untuk menghindari penyelesaian di wilayah koreksi.
Logam mulia untuk kontrak pengiriman bulan Agustus ditutup naik 60 sen, atau kurang dari 0,1%, di $ 1,227.90 per troy ons. Harga emas sayangnya sempat terpelanting hingga menyentuh posisi terendah di $ 1,220.90. Sejauh ini, harga komoditas ini telah jatuh 9,9% sejak harga puncaknya pada 15 Januari di $ 1,362.90 per ons, menempatkannya di dekat wilayah jurang koreksi. Padahal batas jurang ada dikisaran $ 1.226, menerobos level ini akan menandai masuk wilayah koreksi. Menjadi kejatuhan pertama logam ini sejak akhir 2016.
Jatuhnya harga emas dipicu dolar AS yang tengah menikmati tren penguatan. Indeks Dolar Amerika Serikat naik 0,1% ke 95,09. Dolar AS telah naik 3,2% sepanjang tahun ini sebaliknya Emas memiliki kerugian year-to-date lebih dari 6%.
Pergerakan turun harga emas tidak akan terjadi bila tidak terjadi kebingungan pasar. Bagaimana tidak, kondisi secara global saat ini justru dalam ketidak pastian yang tinggi. Perang dagang yang dilancarkan AS pada sejumlah mitra dagangnya, menimbulkan kebingunan pelakau pasar. Ketidak pastian ini semestinya bisa menjadi sentiment positif bagi harga emas. Namun anomaly nampaknya terjadi, dengan aset mengabaikan kekhawatiran yang terkait dengan perang dagang yang seharusnya memberikan beberapa dukungan untuk Emas sebagai aset yang secara luas dilihat sebagai sumber pengaman dan penyimpan nilai pada saat tekanan geopolitik.
Meski ditepi jurang koreksi, rasa percaya diri sebagian pelaku pasar tetap ada. Berpijak pada keyakinan bahwa pergerakan harga emas saat ini terjebak dalam sindrom yang didikte oleh kebijakan suku bunga dovish di kedua belahan samudera. AS cenderung menaikkan suku, sementara Eropa mempertahankan suku bunga rendah. Kubangan ini bisa berubah dalam sekejap, jika tingkat inflasi mulai berjalan secara konsisten lebih tinggi daripada suku bunga.
Pernyataan Gubernur Utama Federal Reserve Jerome Powell dalam kesaksian di Kongres menyiratkan bahwa emas mungkin untuk penurunan lebih lanjut. Powell menunjuk pada jalur kenaikan suku bunga yang stabil bank sentral AS. Proyeksi The Fed menunjukkan kenaikan dua tingkat lebih lanjut pada tahun 2018, dapat mendorong greenback naik dan mengangkat tingkat imbal hasil aset pendapatan tetap seperti Obligasi 10-tahun yang menghasilkan pada 2,87%.
Sengketa dagang antara AS dan mitra dagangnya, baik Cina, Amerika Utara, dan Eropa sebenarnya merupakan sentiment negatif emas. Perang dagang ini akan meningkatkan biaya impor, yang justru akan mendorong inflasi. Disisi lain, inflasi yang naik dapat memaksa Fed menaikkan suku bunga lebih cepat.
Harga emas, menunjukkan sedikit reaksi setelah rilis data Beige Book dari Federal Reserve. Gambaran aktivitas ekonomi domestik menemukan bahwa ekonomi AS yang berkembang pesat kehabisan ruang untuk tumbuh lebih cepat. (Lukman Hqeem)