Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Harga emas naik lebih tinggi pada perdagangan di hari Rabu (25/11/2020) setelah sebelumnya mundur. Pelemahan dolar AS berhasil membantu imbangi penurunan sebelumnya. Harga tertekan oleh pergeseran dana investor ke ekuitas dan aset berisiko lainnya. Hal ini terjadi karena adanya harapan bahwa vaksin virus corona akan memacu pemulihan ekonomi.

Pada perdagangan di pasar spot, harga emas naik 0,2% menjadi $ 1,811.40 per ounce, setelah mencapai level terendah sejak 17 Juli pada $ 1.800,01 di hari Selasa. Sementara di pasar berjangka AS, harga emas  naik 0,4% menjadi $ 1,811.60.

Jelas ini merupakan masa berburu harga murah saat ini, dimana harga emas telah turun lebih dari $ 150 di masa lalu selama dua minggu dan investor mengambil kesempatan ini untuk mengambil posisi.

Indeks dolar AS sendiri melayang mendekati level terendahnya hampir tiga bulan, membuat emas batangan yang dihargakan dalam dolar lebih murah pembeli dengan mata uang lain. Dolar AS yang lebih lemah adalah peluang bagus untuk investor yang ketinggalan membeli emas di bulan Maret.

Harga masih sulit dalam waktu dekat ini untuk pulih segera, lebih-lebih masih ada penguatan bursa saham untuk mencapai rekor tertinggi karena optimisme terhadap vaksin COVID-19 dan transisi pemerintahan yang lancar di Washington. Tak heran bila konsolidasi emas kemungkinan besar akan terjadi.

Masalah vaksin ini bukanlah obat dan percepatan laju infeksi adalah kekhawatiran utama, bukan hanya kemanusiaan tetapi juga ekonomis. Suku bunga negatif akan terus berlanjut. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang kepemilikan emas tidak menghasilkan, yang telah memperoleh sekitar 19% tahun ini diberikan statusnya sebagai lindung nilai terhadap kemungkinan inflasi yang dipicu oleh stimulus ekonomi besar-besaran dilepaskan secara global.

Harga emas diyakini akan naik lagi karena lebih banyak bukti inflasi muncul, kata Goldman Sachs.