ESANDAR, Jakarta – Data inflasi China bisa menjadi sentiment fundamental negatif yang tidak diinginkan terhadap debat besar Fed. Bagaimana tidak, sinyal deflasi nampaknya tidak dapat dihindarkan.
Dalam laporan terkini China menyatakan bahwa CPI mereka dibulan Juni adalah sebesar 8,3%, sementara CPI Inti dimana tidak memasukkan faktor harga makanan hanya sebesar mengalami stagnasi di angka 0. Padahal perkiraan sejumlah ekonom yang disurvey oleh Reuters memperkirakan masih akan naik sebesar 0,3%.
Sinyal inflasi yang hangat merupakan pertanda jelas dari masalah ekonomi saat ini dan apa yang membayangi China ini sebagai akibat langsung dari friksi perdagangan Beijing dengan Washington. Kenaikan inflasi pangan harus terus berlanjut, terutama jika harga babi terus tetap tinggi karena penyebaran flu babi yang tidak menguntungkan.
Tetapi penurunan inflasi non-makanan menunjukkan konsumsi masih lemah yang kemungkinan akan memberikan tekanan bagi regulator untuk memperkenalkan lebih banyak stimulus konsumsi. Alhasil, Yuan melemah pada kemungkinan peningkatan lebih banyak stimulus PBOC.
Merespon perkembangan ini, harga komoditas mengalami penurunan. Harga minyak mentah dengan cepat jatuh karena data ini mendukung efek bearish yang masih ada dari gesekan perdagangan AS – Cina yang bisa membelokkan permintaan minyak, tetapi seharusnya tidak menjadi pengubah permainan mengingat penarikan persediaan AS yang masif.
Sebaliknya, harga emas mengalmi penguatan tipis dari posisi terendah dalam perdagangan hari itu meski sentimen tetap jelas bearish karena pedagang terus melakukan aksi jual dan berharap pasar bersedia untuk menguji level signifikan pada $ 1380
Indek Hang Seng Hong Kong, cenderung lebih rendah dengan latar belakang kondisi ekonomi China daratan yang lebih lemah menambah sentimen negatif karena muncul kekhawatiran bahwa sektor perbankan China dapat diatur untuk ledakan kecil. (Lukman Hqeem)