ESANDAR, Jakarta – Bursa saham AS melanjutkan penurunannya. Indeks S&P 500 mundur dari rekor tertinggi setelah komentar Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell yang menurunkan harapan akan penurunan suku bunga.
Bursa saham memang terhimpit sejumlah faktor yang berpotensi melemahkannya termasuk dengan laporan bahwa pembicaraan perdagangan AS – China mungkin telah menemui jalan buntu. Namun artikel lengkap dari Global Times tidak separah judul berita yang menjadi fokus banyak orang tersebut. Hingga kini, baik AS dan China masih tetap berkomitmen untuk melakukan pembicaraan dan putaran pembicaraan berikutnya akan berlangsung di Washington minggu depan.
Bursa saham Asia dalam perdagangan hari ini diperkirakan masih akan melemah, ditengah liburan Bursa Tokyo yang masih akan berlangsung beberapa hari kedepan dan bursa China juga akan tutup hari ini. Bursa Seoul tetap buka meski perdagangan diyakini akan sepi. Indek KOSPI turun 0,3 %.
Pada perdagangan sebelumnya di Wall Street, indek utama menyerah dari kenaikan awal dan ditutup di zona merah, terbebani oleh jatuhnya saham di sektor energi. Bursa saham dunia telah reli tajam tahun ini dimana S&P 500 telah naik lebih dari 16 persen pada tahun 2019.
Diperkirakan kenaikan lebih lanjut akan sulit didapat. Prospek perekonomian global masih suram dimana pertumbuhan PDB di sejumlah negara maju akan melambat dari 2,2 persen pada 2018 menjadi hanya 1,0 persen pada 2020.
Dengan keyakinan yang masih tinggi akan prospek pertumbuhan pendapatan emiten, jika hasilnya mengecewakan, tentu pasar saham akan turun di seluruh dunia. Setidaknya S&P 500 bisa turun ke 2.300 poin sebelum Natal dari level saat ini di bawah 2.900.