ESANDAR, Jakarta – Bursa saham AS ditutup beragam dalam perdagangan hari Selasa (02/04). Para investor sebagian mengambil jeda setelah sehari sebelumnya melakukan kenaikan yang terinspirasi oleh keyakinan akan data manufaktur dari China dan A.S.
Indek Dow Jones turun 79,29 poin, atau 0,3%, ke 26.179,13, terbebani sebagian besar oleh laporan pendapatan yang lemah dari Walgreens Boots Alliance Inc. Indek S&P 500 naik 0,05 poin menjadi 2.867,24, sedangkan Indek Nasdaq naik 19,78 poin, sekitar 0,3%, menjadi 7.832.
Investor mengambil sedikit nafas pada hari Selasa, setelah reli hari Senin dimana Dow Jones mampu menambah 301 poin, atau 1,2%, sementara Indek S&P 500 naik 1,1% dan Indek Nasdaq naik 1,2%. Saham naik sejak awal perdagangan secara kuat setelah pembacaan indeks pembelian untuk China menunjukkan ekspansi pertama dalam aktivitas di sektor manufaktur negara itu dalam empat bulan, yang diikuti oleh pembacaan yang lebih kuat dari perkiraan untuk Institute for Supply Management, indeks manufaktur AS .
Data ekonomi yang keluar pada hari Selasa tentang pesanan barang tahan lama, bagaimanapun, membantu meredam optimisme, setelah Departemen Perdagangan mengatakan terjadinya penurunan pesanan sebesar 1,6% di bulan Februari, sementara ukuran utama investasi bisnis juga turun 0,1%, penurunan ketiga dalam empat bulan.
Investor juga mengawasi pasar Obligasi AS. Ukuran kurva imbal hasil yang diawasi ketat dimana penyebaran antara imbal hasil pada Obligasi dengan tenor 10-tahun dan imbal hasil obligasi dengan tenor 3-bulan, berubah negatif, atau terbalik, pada 22 Maret. Kondisi inversi ini dipandang sebagai peringatan yang andal akan datangnya resesi sekitar setahun atau lebih di masa depan.
Setelah naik selama tiga sesi berturut-turut, imbal hasil Obligasi AS akhirnya mundur 1,8 basis poin menjadi 2,478%, karena investor khawatir tentang meningkatnya ketidakpastian seputar rencana keluar Inggris dari Uni Eropa.
Parlemen Inggris gagal untuk kedua kalinya dalam pemungutan suara di hari Selasa untuk memenangkan mayoritas untuk opsi alternatif untuk persetujuan Brexit yang ditolak Perdana Menteri Theresa May. Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa Inggris dapat meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan. Hard Brexit, yang demikian ini berpotensi mengganggu kestabilan bagi Eropa dan ekonomi global. (Lukman Hqeem)