ESANDAR, Jakarta – Munculnya ancaman resesi ekonomi global, terbersit dari data ekonomi sejumlah kawasan membuat harga emas naik, bahkan mencetak rekor ke posisi paling mahal dalam 3 minggu ini. Pada perdagangan Jumat (22/03), harga logam mulia berakhir di $1.3112 dalam perdagangan di Comex.
Alarm resesi ini dibunyikan dari perdagangan obligasi, dimana imbal hasil untuk tenor 3 bulan dan 10 tahun AS berbalik menjadi negatif. Dalam sejarahnya, jika imbal hasil menghasilkan pola yang demikian, akan diikuti dengan resesi ekonomi. Parahnya, imbal hasil obligasi sejumlah negara besar juga ikut tergerus turun.
Sebagaimana imbal obligasi Jerman dengan masa tenor 10-tahun, turun kembali di bawah 0% untuk pertama kalinya sejak 2016. Imbal hasil obligasi pemerintah AS 10-tahun juga turun 8 basis poin ke 2,453%, diperdagangkan di bawah imbal hasil pada Tenor 3 bulan dan membalikkan bagian penting dari kurva imbal hasil untuk pertama kalinya sejak 2007 dan memicu indikator resesi yang diawasi ketat.
Disisi lain, perdagangan bura saham juga berjalan dengan muram. Indek bursa berakhir dengan turun setelah sejumlah data ekonomi menunjukkan informasi yang mengecewakan pelaku pasar.
Angka indek pembacaan pembelian-manajer-indeks untuk zona euro datang jauh lebih lemah dari yang diharapkan, sementara IMP manufaktur flash IHS Markit AS turun menjadi 52,5 pada Maret dari 53 sebulan sebelumnya. Pembacaan setidaknya 50 menunjukkan peningkatan kondisi, sementara yang tergelincir di bawah tanda itu menandakan kontraksi. Melemahnya data menggarisbawahi kekhawatiran atas prospek pertumbuhan global dan memicu selera investor untuk aset yang dianggap sebagai surge dalam hal ini adalah emas.
Parameter kenaikan harga emas, terlacak beriring dengan kenaikan Yen Jepang sementara terjadi pergerakan yang berbalik. Terjadi perubahan dalam toleransi risiko dan sentimen investor yang dapat berkelanjutan sampai minggu depan. Setidaknya ayunan naik ini bisa bersambung hingga bulan April. Setidaknya, dengan laporan PMI manufaktur Jerman yang mengerikan telah mengkristalkan risiko ketidakpastian Brexit.
Data ekonomi yang dirilis pada hari Jumat datang setelah The Federal Reserve pada awal pekan mengisyaratkan bahwa sebagian besar para pembuat kebijakan berharap untuk tidak memberikan kenaikan suku bunga pada 2019, lebih lunak dari indikasi akan melakukan dua kenaikan sebelumnya.
Bahkan Bank sentral AS juga menurunkan perkiraan pertumbuhan karena berjanji untuk tetap bersabar, mengikuti pada hasil kesepakatan pada Januari dengan tiba-tiba menempatkan jeda kebijakan pengetatan moneter.
Dengan berlalunya pertemuan FOMC terbaru, terlihat bahwa The Fed telah menghapus hampir setengah poin dari perkiraan pertumbuhan untuk 2019. Tentu saja ini menimbulkan kekhawatiran sekali lagi bahwa pertumbuhan di Eropa dan Cina melemah. Pada akhirnua mengambil rencana kenaikan suku bunga dari atas meja tahun ini. Untuk sementara dapat diyakini bahwa jalur kenaikan suku bunga Fed terlalu dangkal untuk benar-benar menahan emas, dimana realisasi pasar dapat menarik beberapa keuntungan, meskipun tidak cukup untuk mengubah pandangan sebelumnya. Harga emas masih akan bertahan diatas $ 1.300 dalam dua kuartal berikutnya. (Lukman Hqeem)