ESANDAR, Jakarta – Ditengah tekanan harga emas, paska rilisan data ekonomi angka lapangan kerja di sektor non pertanian AS, yangmendorong harga emas jatuh diakhir pekan lalu, sejumlah pihak masih optimis harga akan bertahan dan mampu naik kembali.
Ada ketidakpastian dalam nada kebijakan Bank Sentral AS terkait normalisasi suku bunga. Hal ini menjadi modal kuat bagi harga emas untuk menguat kembali. Memang indikator ekonomi tentang jumlah pekerjaan di AS saat ini sangat kuat. Pun demikian, ada banyak faktor yang mendorong kenaikan ini dimana emas bisa melewati reaksi spontan ini dan melanjutkan tren kenaikannya.
Laporan ketenagakerjaan dapat memperkuat pandangan bahwa ekonomi itu sehat tetapi juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana data memengaruhi strategi kenaikan suku bunga Federal Reserve dalam beberapa bulan mendatang. Suku bunga yang lebih tinggi dapat mengurangi minat terhadap emas, tetapi ancaman kenaikan suku bunga juga telah merusak aset berisiko seperti saham.
Departemen Tenaga Kerja AS memberikan laporan pekerjaan pada hari Jumat (04/01) adanya pekerjaan baru sebesar 312.000. Angka ini lebih baik dari perkiraan pada bulan Desember. Total kenaikan lapangan kerja pada tahun 2018 ke posisi tertinggi dalam tiga tahun yaitu 2,64 juta. Sementara tingkat pengangguran naik menjadi 3,9%, meskipun partisipasi tenaga kerja naik.
Dengan data tersebut, Dolar AS menemukan pijakan untuk menguat. Sayangnya, Indek Dolar AS (DXY), justru terpelanting dengan turun 0,1% pada 96,178 pada saat penutupan perdagangan emas di bursa berjangka. Indek Dow Jones dan S&P 500 justru yang naik kuat setelah laporan tersebut.
Harga emas untuk kontrak pengiriman bulan Februari di bursa Comex harus rela kehilangan $ 9, atau 0,7%, ke harga $ 1.285,80 per troy ons. Sebelumnya harga komoditas ini sempat ditutup naik 0,8% pada sesi sebelumnya. Harga bahkan mencapai level tertinggi dari masa lebih enam bulan ini.
Ini sekaligus menjadi kontrak yang paling aktif, dimana harga belum pernah membukukan kenaikan harian atau persentase sebesar itu sejak 21 Desember, menurut data FactSet. Dalam catatan kinerja mingguan, harga logam mulia di bursa berjangka naik sekitar 0,2%.
Sementara itu, dalam sebuah diskusi panel bersama pendahulunya Janet Yellen dan Ben Bernanke di sebuah acara di Atlanta, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan bank sentral akan “sabar” untuk melihat bagaimana ekonomi berkembang. Tentu saja pernyataan ini memberikan sinyal yang bertentangan dari pasar dan data ekonomi. Powell juga mengatakan bahwa pasar memiliki risiko penurunan dan “jauh di depan data”.
Menilik hal itu, Michael Armbruster, dari Altavest, mengatakan ia percaya bahwa The Fed akan berakhir dengan membiarkan suku bunga tidak berubah pada tahun 2019. “Jika tidak ada lonjakan inflasi, jika suku bunga dibiarkan tidak berubah pada tahun 2019, kemungkinan kita telah melihat kenaikan suku bunga terakhir. sampai setelah pemilihan presiden 2020, ”katanya.
“Kemunduran satu hari untuk emas tidak mengubah prospek teknis bullish. Bahkan, kami akan melihat penurunan lebih lanjut dalam emas sebagai peluang pembelian, ”tambahnya.
Sebelum laporan ketenagakerjaan, nada optimis menyelimuti perkembangan baru dalam negosiasi perdagangan antara China dan AS. Hal ini membantu memberikan peningkatan terhadap harga aset yang dianggap sebagai risiko dan permintaan yang menurun untuk bullion.
Kementerian Perdagangan China mengkonfirmasi bahwa delegasi pejabat AS akan melakukan perjalanan ke Beijing untuk putaran baru pembicaraan perdagangan pada hari Senin dan Selasa, menurut laporan berita. (Lukman Hqeem)