ESANDAR, Jakarta – Paul Volcker, mantan Gubernur Bank Sentral AS (1979-1987), FED menyatakan kekhawatirannya tentang krisis keuangan berikutnya. Menurutnya, kesehatan sektor keuangan Amerika Serikat masih diselimuti misteri.
Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, saat merilis buku memoar barunya, Volcker mengatakan tantangan kenyataan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan ekonomi adalah bagaimana mendapatkan kekuatan pengawasan yang lebih baik dan lebih kuat atas industri keuangan.
Ditanya tentang kesehatan perbankan saat ini, Volcker menjawab bahwa mereka berada dalam posisi yang lebih kuat daripada mereka, tetapi jawaban yang jujur adalah saya tidak tahu seberapa banyak mereka memanipulasi.
Volcker, meluncurkan buku memoar “Keeping at It: The Quest for Sound Money and Good Government”, yang bisa didapatkan mulai 30 Oktober. Dalam buku biografi tersebut, Volcker menulis bahwa ia khawatir tentang dampak uang pada sistem politik AS, dan berpendapat bahwa negara itu telah berpindah ke model “plutokrasi.”
Mengenai kebijakan Fed, Volcker menulis bahwa dia tidak memahami kebutuhan target inflasi 2% bank sentral.
Menurutnya, dasar pertimbangan tersebut masih merupakan teka-teki. Target inflasi 2%, atau dibatas tersebut, tidak ada di buku saya pada beberapa tahun yang lalu. Saya tahu tidak ada pembenaran teoritis. Menurutnya, kebijakan itu didorong oleh kekhawatiran deflasi yang belum dialami selama 90 tahun.
Volcker sebagai Gubernur Fed dari Agustus 1979 hingga Agustus 1987. The Fed sendiri mengadopsi target inflasi 2% resmi pada tahun 2012 di bawah Ben Bernanke. Dalam buku tersebut, Volcker mengisahkan datang di bawah tekanan dari Presiden Ronald Reagan untuk tidak menaikkan suku bunga menjelang pemilihan 1984, di mana Reagan yang sedang berkuasa melawan calon Demokrat Walter Mondale.
Dalam pertemuan dengan Reagan dan kepala stafnya, James Baker, menurut Volcker, Baker memerintahkannya untuk tidak menaikkan suku sebelum pemilihan. Volcker mengatakan bahwa dia tidak berencana menaikkan suku bunga.
Secara keseluruhan, mantan gubernur Fed ini terdengar pesimis dalam wawancara. “Kami benar-benar berantakan di segala arah,” katanya. “Penghormatan atas pemerintah, menghormati Mahkamah Agung, menghormati presiden – semuanya hilang,” katanya. “Bahkan menghormati Federal Reserve.”