ESANDAR, Jakarta – Pada bulan November lalu, Bank of England pernah menyampaikan perkiraannya, bahwa perekonomian Inggris akan tumbuh sebesar 1,6% tahun ini dan 1,7% di tahun yang akan dating. Hari ini, BoE dijadwalkan akan menyampaikan paparan ekonominya.
Menyikapi laporan hari ini, National Institute of Economic and Social Research (NIESR) meyakini bahwa perekonomian Inggris bisa tumbuh lebih cepat daripada itu dalam dua tahun kedepan. Meski masalah Brexit masig menggantung, NIESR yakin dorongan kekuatan ekonomi Global akan memompa perekonomian Inggris.
NIESR memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris akan tumbuh 1,9 persen pada 2018 dan pada 2019, naik dari perkiraan bulan November sebesar 1,7 persen untuk kedua tahun. Sebagai perbandingan, ekonomi dunia sekarang akan tumbuh masing-masing sebesar 3,9 dan 3,8 persen pada 2018 dan 2019, sedangkan perkiraan NIESR di bulan November sebesar 3,6 dan 3,5 persen.
Meskipun tertinggal dari kemajuan global, ekonomi Inggris belum melambat sebanyak perkiraan para analis di saat memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa, BREXIT. Disisi lain, pulihnya perekonomian Global yang tak terduga, akan membantu Inggris. Indikasinya terlihat dari penurunan nilai sterling yang mendorong ekspor Inggris.
Sejauh ini memang baik Inggris dan Uni Eropa belum mencapai kesepakatan mengenai hal-hal pemisahan Inggris dari UE. Disatu sisi akan memberikan ketidak pastian khususnya dalam kebijakan ekonomi dan perdagangan dengan mantan kesatuan masyarakat ini. Tapi tetap tidak jelas apa arti Brexit bagi ekonomi terbesar keenam di dunia. Perundingan mengenai hubungan masa depan mereka dengan Uni Eropa nampaknya memang belum dimulai dengan sungguh-sungguh.
NIESR juga berasumsi bahwa London akan mengamankan sebuah kesepakatan yang menyebabkan hampir tidak ada gangguan pada perdagangan Inggris dengan blok UE tersebut. Ini akan memerlukan konsesi yang sensitif secara politis mengenai imigrasi dan pembayaran jangka panjang ke UE oleh Perdana Menteri Theresa May. Namun jika Inggris malah merujuk pada peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengatur perdagangannya dengan UE, ekonominya akan mengalami resesi ringan dan akan menjadi 7 persen lebih kecil dalam waktu sekitar 10 tahun daripada jika kesepakatan yang menguntungkan dilakukan.
Terkait suku bunga, NIESR membuat perkiraan untuk Bank of England menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin setiap enam bulan, lebih cepat dari perkiraan kebanyakan investor, sampai mereka mencapai 2 persen.
Sementara itu, lembaga kajian lainnya, HIS MArkit menyatakan bahwa pada hari Rabu (07/02/2018) bahwa harga perumahan di Inggris mengalami penurunan yang tak terduga. Penurunan ini sebesar 0.6 % pada bulan Januari dari Desember, yang telah turun 0.8 persen. Angka ini jelas mengejutkan, mengingat perkiraan awal justru akan naik 0.2 %.
Dalam tiga bulan sampai Januari, harga rumah tumbuh pada laju yang lebih lambat 2.2 persen dari tahun sebelumnya, lebih lambat dari kenaikan 2.7 persen yang masuk dalam tiga bulan sampai Desember. Para ekonom memperkirakan tingkat suku bunga akan melambat menjadi 2.4 persen. Secara kuartalan, harga rumah tetap datar setelah mendapatkan 1.3 persen dalam tiga bulan yang berakhir pada bulan Desember.
Meski suku bunga sudah dinaikan, namun tingkat suku bunga KPR masih sangat rendah. Dengan kombinasi suplai property yang turun terus, harga perumahan di negeri Ratu Elizabeth ini semestinya bisa naik kembali dalam beberapa bulan kedepan. (Lukman Hqeem)