ESANDAR – Bursa saham global memperpanjang penurunannya di awal perdagangan Senin (24/02/2020). Penyebaran virus corona di luar Cina semakin meluas setelah ada laporan lonjakan infeksi di Korea Selatan, Italia dan Timur Tengah. Hal ini meresahkan investor dan meningkatkan harapan bahwa –bank-bank sentral akan melakukan lebih banyak tindakan moneter.
Saat ini perdagangan tergerus oleh sentimen investor yang mengkhawatirkan mengenai potensi perlambatan ekonomi Cina akibat epidemi virus. Indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang, turun 0.7% menyentuh level terendahnya sejak 5 Februari lalu, Bursa saham Jepang tutup karena libur Hari Lahir Kaisar Jepang. Bursa saham Korea Selatan hingga saat mengalami penurunan dimana Indek KOSPI turun 2.62% dari pembukaan perdagangan pagi ini.
Wabah Corona telah menewaskan 2,442 orang di Cina, dan ditemukan sekitar 76,936 kasus terinfeksi yang menghambat perekonomian Cina. Hal ini tentu memberikan pengaruh besar bagi laju pertumbuhan ekonomi dunia, mengingat China masih menjadi mitra dagang utama sejumlah Negara ekonomi besar didunia.
Pada perdagangan hari Jumat, bursa saham AS berakhir turun oleh kekhawatiran terhadap epidemi virus tersebut, ditambah lagi dengan rilisan data yang menunjukkan aktifitas bisnis di AS mengalami stagnansi di bulan Februari dan menandai kontraksi untuk pertama kalinya sejak 2016 lalu.
IHS Markit merilis data yang menunjukkan sektor manufaktur AS mencatat pembacaan terendahnya sejak Agustus lalu, sementara sektor jasa mencatat aktifitas terendahnya sejak Oktober 2013 silam. Hal ini menjadi sentiment negatif bagi saham produsen chip AS yang mengalami memimpin penurunan tajam.
Suasana risk-off diperburuk oleh data yang menunjukkan aktivitas pabrik Negeri Sakura mengalami kontraksi paling tajam dalam kurun waktu tujuh tahun pada bulan Februari, menggarisbawahi risiko resesi di ekonomi terbesar ketiga di dunia tersebut karena wabah itu berdampak pada pertumbuhan global. Dengan gangguan besar-besaran pada pasokan dari China, Industri Jepang mengalami kekurangan suku cadang. Hal ini dikhawatirkan juga akan menghantam bisnis dibelahan lain dunia.